Selamat Datang di Blog Wisata Sangihe bersama saya Stevenly Takapaha, Ayo ke Sangihe Negeri yang penuh dengan Pesona Mari Jaga dan Nikmati Keindahan Alam Sangihe, Lestarikan Kekayaan Budayanya juga nikmat Kulinernya

Masamper


Kata Masamper berasal dari kata zangvereniging (bahasa belanda), yang berarti paduan suara masyarakat. Ada juga yang menyebutnya berasal dari kata zang vrij yang berarti menyanyi bebas. Tradisi ini adalah bagian dari budaya masyarakat etnis Sangihe-Talaud. Keberadaannya tidak lepas dari proses penginjilan yang dilakukan oleh para Zending (misionaris Kristen dari Eropa) dalam memperkenalkan lagu-lagu gerejawi yang digunakan dalam ibadah jemaat yang diadaptasi dari tradisi lama masyarakat Nusa Utara yakni metunjuke (bernyanyi dalam kelompok di mana beberapa orang memimpin lagu sambil berkeliling dan menunjuk-nunjuk seluruh yang hadiri dengan mengikuti irama lagu) atau mebawelase (menyanyi dalam kelompok sambil “berbalas pantun” dengan nyanyian).
Dalam tradisi lama sebelum injil masuk di Sangihe-Talaud, Metunjuke dikenal dengan tiga jenis yaitu: sasambo, kakalumpang dan kakumbaede -- nadanya tidak baku (dengan nada slendro?) karena masyarakat Nusa Utara pra Zending belum mengenal tangga nada atau solmisasi. Kegiatan ini dilakukan ketika melakukan pelayaran panjang sambil berdayung di mana orang-orang para pedayung bernyanyi sampai tiba di tempat tujuan. 


Pada sekitar abad ke-18 para Zending datang untuk memberitakan injil dan memperkenalkan lagu-lagu gerejawi yang digunakan dalam ibadah-ibadah bersama. Ketika menyanyi bersama dalam ibadah ini dilakukan, tidak ada istilah bahasa lokal yang bisa mengistilahkannya. Karena itu, para Zending memberikan istilahnya dengan kata zangvereninging atau juga zang vrij. Karena penyebutan kata asing itu mengalami kendala untuk diucapkan secara benar, maka masyarakat Nusa Utara melafalkannya mengikuti dialek setempat dengan menyebutnya masampere.
Jika akan atau sedang melakukan kegiatan bernyanyi bersama (lagu-lagu gerejawi atau rohani), masyarakat menyebutnya dengan masampere. Dalam perkembangan selanjutnya istilah masampere beradaptasi dengan bahasa Indonesia atau bahasa Manado menjadi masamper. Kemudian juga sejak tahun 1990-an muncul istilah baru yakni pato-pato. Sebutan ini terkait dengan sebuah judul lagu masamper Menondong Pato (melayarkan perahu atau bahtera) yang dibawakan oleh Group Masamper pimpinan Max Galatang dan merupakan album rekaman masamper pertama. Lagu-lagu dari pato-pato berirama gembira sehingga ketika orang mendengarnya akan terangsang untuk berdiri dan menggerakan tubuh sambil bernyanyi mengikuti irama lagu.
Tradisi Masamper pada intinya merupakan ungkapan hati nurani selain memiliki nilai religius dan nilai moral. Selain itu, masamper berisi ajakan, ajaran moral dan ajaran tata cara pergaulan dalam hidup bermasyarakat yang tersirat dalam lirik lagu yang bernuansi syair sastrawi. Bertolak dari nilai-nilai tersebut, maka dalam tiga dekade ini masamper telah diperlombakan, baik oleh kelompok organisasi sosial kemasyarakat maupun organisasi gereja dan kelembagaan lainnya.


Sejarah masamper tidak lepasa dari upaya Zending, dalam hal memperkenalkan lagu-lagu yang digunakan dalam ibadah jemaat. Namun, sebelum injil masuk ke kepulauan sangihe talaud, masamper ini sudah ada dan dikenala dengan nama tunjuke. Tunjuke terdiri dari tiga macam yaitu: sasambo, mekarumpang dan kakumbaede. Menyanyi (bahas sangir : megantare) secara bersama dalam bentuk berkelompok merupakan kegemaran orang sangihe. Misalnya ketika melakukan pelayaran panjang sambil berdayung, orang-orang sangihe pun bernyanyi sampai sampai tiba di tempat tujuan.
Pada abad ke-15 yaitu ± tahun 1565 para Zending datang untuk memberitakan injil dan didalamnya pula memperkenalkan nyanyian-nyanyian rohani yang biasa digunakan dalam ibadah. Pada waktu itu orang-orang sangihe memang sudah gemar menyanyi, walaupun belum mengenal solmisasi.
Bernyanyi secara kelompok ini, oleh para zending disebut zangvereniging (bahasa belanda), yang berarti kelompok menanyi. Oleh karena sebutan ini adalah bahasa asing maka, oleh orang-orang sangihe terlafalkan berdasarkan dialek bahasa sangihe samper. Bila kegemaran bernyanyi bersama ini dilakukan, maka oleh orang-orang sangihe disebut masamper dan dalam perkembangan selanjutnya masamper juga disebut pato pato. Sebutan ini terkait dengan sebuah judul lagu masamper. Pato dalam bahasa sangir berarrti perahu atau bahtera. Lagu pato-pato ini ketika dinyanyikan bisa membuat orang menyanyi atau orang yang mendengarkan terangsang untuk berdiri dan menggerakan tubuh sambil bernyanyi mengikuti irama lagu.

Nilai-nilai yang terkandung dalam masamper
Masamper sarat dengan ungkapan hati nurani selain memiliki nilai religius dan nilai moral, masamper mengjak dan mengajari tata cara pergaulan hidup masyarakat sangihe dan pengajaran itu dirangkaikan dalam syair lagu yang kemudian dinyatakan nyaian baik dalam acara sukaxita maupun dukacita
Masamper meiliki nilai-nilai yang tertanam dalam kehidupan masyarakat maupun dalam kehidupan setiap pribadi pelaku atau peminat kesenian masamper. Nilai-nilai itu adalh:
• Nilai kebenaran
Dikatkan nilai kebenaran karena masamper dapat diterima secara akal sehat manusia sehingga keasliannya tidak tergoyakan
• Nilai keindahan
Nilai keindahan itu bersumber pada perasaan manusia. Budaya masamper merupakan ekspresi dari jiwa masyarakat yang melukiskan tentang perenungan, pengalaman tentang keindahan serta diungkapkan pula kesadaran akan pentingnya kebersamaan dalam masyarakat yang penuh kekeluargaan. Semua itu diungkapkan lewat nyanyian bersama dengan alunan vokal dan gaya bahasa indah serta diperindah lagi dengan ciri khasnya berbalas balasan sehingga asik dipandang, didengar, mapundirasakn
• Nilai moral
Nilai ini juga disebut kebaikan. Dalam hal ini, ketepatan dalam mebalasa lagu merupakan unsur yang paling utama, yaitu setiap nyanyian yang dinyanyikan tidak dinyanyikan sembarangan, melainkan setiap tema lagu dan makna lagu yang dinyanyikan lebih dahulu menjadi patokan untuk nyanyian berikutnya. Oleh karena itu, dalam masamper sangat diperlukan kemampuan mengiterpretasikan lagu yang dinyanyikan, sekaligus menyiapkan lagu agar balasannya tepat sesuai tema dan makna lagu.
• Nilai religius
Yang dimaksudkan di sini adalah nilai kerohanian. Hal ini dilakukan oleh manusia kepada Tuhan sehingga, semua mhluk yang bernafas menyembahnya. selain memiliki nlai kesenian masmper juga mengandung unsur-unsur dan makna tertentu. Unsur-unsur yang dimaksud itu adalah musik atau vokal sebagai alat pengngkapan dan unsur gerak sebagai penunjang dalam pengungkapan pesan atau makna lagu ang dinyanyikan. Sementara itu unsur mebawalase dan unsur ketepatan dalam membalas lagu sebagai suatu proses dialog dan merupakan ciri khas masamper. Hal-hal inilah juga menentukan kelanjutan dari masmper

Dalam perlombaan, jenis-jenis lagu dibagi dalam beberapa kategori seperti:
1. Pertemuan.
2. Pujian kepada Tuhan
3. Perjuangan/peperangan rohani
4. Perjuangan/peperangan badani
5. Percintaan rohani
6. Percintaan badani
7. Cinta-kasih orangtua
8. Sastra (antara lain pelayaran, lingkungan hidup, dan pengajaran/moral)
9. Perpisahan
10. Dll.

0 comments: