CERITA GUMANSALANGI
Untuk mendalami kebudayaan sangihe, sebaiknya memahami
sastera lisan sangihe, sastera lisan sangihe adalah salah satu bukti
peninggalan kebudayaan sangihe masa lalu yang masih dilestarikan
sampai saat ini. Dari beberapa sastera lisan sangihe yang paling
melegenda adalah cerita Gumansalangi. Dari cerita tersebut kita
dapat melihat keberadaan sangihe dari penduduk mula-mula sampai
terbentuknya kerajaan-kerajaan yang menjadi dasar terbentuknya
sebuah suku yang dinamakan suku sangihe. Kisah Gumansalangi sebagai penduduk mula-mula tergambar secara utuh dalam “Tamo” karena tamo telah menjiwai kelahiran sangiang konda
sebagai ibu dari orang-orang sangihe. Cerita Gumansalangi dan
pembentukan kerajaan sudah ditulis banyak orang meskipun hanya
dalam tulisan-tulisan lepas, bukan dalam sebuah buku yang sangat
lengkap.
Ada banyak tulisan yang dilengkapi dengan tahun kejadian, tetapi
belum bisa diakui karena semua cerita tentang Gumansalangi,
tidak pernah dibukukan dimasa lalu sehingga terjadi
kesimpangsiuran. Mungkin cerita lengkap tentang Sangihe boleh
ditelusuri di Belanda untuk mandapatkan kepastian yang lebih ilmiah
dan dapat diakui oleh publik yang lebih luas.
Seperti pepatah mengatakan “tak ada rotan akarpun jadi”. Kita sebagai generasi baru tidak bisa lagi menunggu “pemerintah” untuk
mendanai penelitian dan penulisan tentang sejarah dan kebudayaan
sangihe secara komprehensip. Karena lebih banyak orang sangihe “ndak” mau peduli, dari pada yang terpanggil untuk berbuat menggali kekayaan budaya.
Tokoh Gumansalangi sudah diceritakan berabad-abad lamanya di
kepulauan sangihe melalui cerita lisan dari generasi kegenerasi
secara turun-temurun. Sejak masuknya bangsa Eropa, cerita
Gumansalangi mulai ditulis oleh para budayawan, sejarahwan dan
pemerhati sejarah dan kebudayaan sangihe lainnya dalam bentuk
tulisan-tulisan lepas.
Cerita Gumansalangi pertama kali diterjemahkan Desember 1993 di
Biola University – Los Angles. Kisah Gumansalangi terbaru ditulis oleh
Kenneth R. Maryott, seorang berkebangsaan Amerika yang bekerja
sebagai dosen bahasa Inggris di Philliphin dalam buku yang
berjudul “ Manga wÄ•keng Asaļ ‘u Tau SangihÄ• “. Buku
tersebut ditulis dalam tiga bahasa, yaitu bahasa Sangihe,bahasa
Inggris dan bahasa Indonesia, diterbitkan oleh “ The Committee For The Promotion Of The Sangir Language, Davao - Phillphiness, 1995. Kenneth bertindak sebagai editor, berdasarkan penuturan dari Bapak Haremson E. Juda.
Disamping itu terdapat juga cerita tentang Makaampo. Cerita
Makaampo pertama kali ditulis dan dipublikasikan dengan judul “BÄ•keng
Makaampo (The Story of Makaampo)” dari artikel journal “Majalah
Bijdragen tot de taal,- Land – en Volkendkunde, Volume 113 (1957)
Cerita Gumansalangi berasal dari kepulauan Sangihe Talaud, yang diceritakan sebagai folklore atau cerita rakyat. (Folklore adalah unsure kebudayaan dari masa silam yang menuju ke ambang kepunahan).
Banyak cerita yang berkembang di kepuluan sangihe tentang
Gumansalangi tetapi intinya berkisah tentang penduduk sangihe pertama.
Permasalahannya adalah Siapa dan dari mana asal Gumansalangi yang
sebenar – benarnya. Sampai kapanpun tidak akan mungkin ditemukan
kebenaran secarah ilmiah siapa Gumansalangi. Penyebabnya adalah belum
ditemukan bukti melalui naskah kuno atau prasasti yang menulis
atau memberikan gambaran tentang kehidupan Gumansalangi. Hal ini
terjadi juga pada beberapa folklore lain disulawesi utara
seperti cerita Toar dan Lumimuut dari Minahasa, cerita Gumalangi
dan isterinya Tendeduata penghuni pertama Bolaang Mongondow, cerita
seperti ini tetap menjadi legenda.
Kenapa cerita Gumansalangi memiliki banyak bentuk,dari alur cerita
maupun kesesuaiannya dengan sejarah Sangihe. Hal ini disebabkan
oleh beberapa hal yaitu : Cerita Gumansalangi merupakan sastera
lisan, yang hanya diceritakan dari mulut ke mulut, keadaan ini
memungkinkan terjadinya berbagai perubahan. Perubahan dapat terjadi
berdasarkan siapa yang pertama mengisahkan, siapa yang
mendengarkan, kepada siapa kisah itu diturunkan dan dilingkungan
apa cerita itu dikembangkan.
Berdasarkan beberapa cerita yang berkembang dimasyarakat sangihe
terdapat beberapa cerita berdasarkan tempat dimana cerita itu
berkembang diantaranya ; Cerita Gumansalangi versi Siau, Cerita
Gumansalangi versi Talaud, Cerita Gumansalangi versi pulau Sangihe
besar. Dikalangan orang sangihe sendiri terdapat beberapa bentuk,
seperti versi cerita Gumansalangi dari orang-orang yang ada di
bekas kerajaan Tabukan dan diluar kerajaan Tabukan. Diantara
beberapa versi tersebut dapat dipaparkan beberapa versi yang
memiliki perbedaan.
- Versi pertama (versi siau)
Gumansalangi adalah kulano pertama di Pulau Sangihe besar.
Gumansalangi bersiteri Ondaasa yang disebut juga Sangiangkonda atau
Kondawulaeng. Gumansalangi adalah Putera Mahkota dari kesultanan
Cotabato,Mindanao Selatan akhir abad ke XII. Mereka
diperintahkan untuk pergi ketimur oleh ayah Gumansalangi dengan
maksud supaya mereka dapat mendirikan kerajaan baru.
Berangkatlah mereka dengan menunggangi ular terbang sampai ke
Pulau Marulung (pulau balut), kemudian keselatan menuju pulau
Mandolokang (pulau Taghulandang) dipulau ini mereka tidak turun
tetapi melanjutkan perjalanan ke pulau lain melewati pulau Siau
dan turun di pulau Sangihe besar.
Dalam perjalanan, ikut pula saudara laki-laki dari Kondaasa bernama Pangeran Bawangunglare. Mereka lalu mendarat di pantai Saluhe. Dikemudian hari nama Saluhe berubah menjadi Saluhang dan kini menjadi Salurang.
Karena Gumansalangi adalah seorang bangsawan maka tempat
tersebut dinamakan Saluhang yang berararti ”dieluk-elukan” dan
dipelihara supaya dia bertumbuh dengan baik dan subur. Sejak
kedatangan Gumansalangi dan Kondaasa di saluhe, selalu saja
terdengar gemuruh dan terlihat kilat yang datang dari gunung.
Gumansalangi lalu diberikan gelar Medellu yg berarti Guntur dan Kondaasa diberikan gelar Mengkila
yang berarti cahaya kilat. Gumansalangi dan Kondaasa memiliki
dua orang putra bernama Melintangnusa dan Melikunusa.
Gumansalangi lalu mendirikan kerajaan pada tahun 1300.
Wilayah kerajaannya sampai ke Malurung (Pulau Balut /
Philliphina).Saudara laki-laki Kondaasa melanjutkan perjalanan ke
kepulauan Talaud tepatnya di pulau Kabaruan. Sampai saat ini
tempat yang pertama kali diinjak oleh Pangeran Bawangunglare,
dinamakan Pangeran.
Gumansalangi menyerahkan waris raja kepada anaknya yang sulung
Melintangnusa pada tahun 1350. Anak bungsu Melikunusa mengembara
ke Mongondow dan memperisteri Menongsangiang putri raja
Mongondow.Melikunusa meninggal di Mongondow sedangkan Melintangnusa
meninggal di Philliphina pada tahun 1400. Sesudah wafatnya
Malintangnusa, kerajaan terbagi dua yaitu kerajaan Utara bernama
Sahabe atau Lumage dan kerajaan Selatan bernama Manuwo atau
Salurang. (dari beberapa catatan lepas pemerhati sejarah sangihe).
- Versi kedua
Terbentuknya kerajaan pertama Sangihe berakar dari cerita tentang Gumansalangi. Humansandulage
beristeri Tendensehiwu dan memperanakan Datung Dellu. Datung Dellu
bersiteri Hiwungelo dan memperanakan Gumansalangi.
Gumansalangi, setelah mempersunting Ondaasa berlayar dari Molibagu
melalui pulau Ruang,Tagulandang,Biaro,Siau terus ke Mindanao kemudian
kepulau Sangihe, mereka tiba di Kauhis lalu mendaki Gunung
Sahendarumang dan berdiam disana sampai terbentuknya kerajaan
Sangihe pertama bernama Tampungang Lawo pada tahun 1425.
( Iverdikson Tinungki dalam tabloid Zona utara )
- Versi ketiga
Gumansalangi adalah anak seorang raja dari sebuah kerajan kecil
diwilayah Philiphina bagian selatan. Ibunya meninggal ketika
Gumansalangi masih kecil. Raja kemudian menikah lagi dengan
perempuan lain dan melahirkan seorang puteri. Pada suatu pesta sang
puteri atas perintah ibunya mempengaruhi Raja dengan sebuah
permintaan dan berkata ”harta kekayaan tak penting bagiku yang
kuinginkan adalah agar Ayah dapat membunuh Gumansalangi. Permintaan ini
dilakukan agar tahta kerajaan tidak jatuh ketangan Gumansalangi.
Keinginan itu diketahui oleh Batahalawo dan Batahasulu atau
Manderesulu orang sakti kerajaan pengikut Gumansalangi, mereka lalu
meberitahukan rencana itu pada Gumansalangi. Batahalawo kemudian
melemparkan ikat kepala ( poporong ) kelaut yang kemudian menjelmah
menjadi Dumalombang atau ular naga besar. Dumalombang
membawa terbang Gumansalangi dan tiba di Rane dan tebing Mênanawo
lalu mengitari bukit Bowong Panamba,Dumêga dan Areng kambing. Setibanya
ditempat yang baru, setiap malam Gumansalangi hanya mendengarkan
suara burung pungguk atau Tanalawo, arti lain dari Tanalawo
adalah Pulau Besar.
Pada suatu senja digubuknya kedatangan seorang nenek yang
memerlukan tempat berteduh. Malam berikutnya dia didatangi lagi
seorang gadis cantik. Dua persitiwa membingungkan hati Gumansalangi.
Disaat tenang terdengar suara yang berkata ambilah telur dipucuk
pohon yang besar itu dan jangan sampai pecah. Ditebangnyalah
pohon tersebut sampai mendapatkan sebutir telur. Telur itu
kemudian pecah dalam perjalanan pulang, dari telur itu keluar
seorang puteri cantik yang kemudian dikenal dengan nama Konda
Wulaeng atau Sangiang Ondo Wasa ( puteri perintang malam ) putri
khayangan. Mereka menikah lalu dinobatkan menjadi Kasili Mědělu
dan Sangiang Měngkila yang berarti Putra Guntur dan Putri Kilat.
Dinamai demikian karena pakaian sang putri berkilau seperti emas
dan pertemuan mereka ditandai gemuruh dari langit. Cerita ini
juga menjadi bagian dari lahirnya nama sangihe, dan menjadi
inspirasi untuk pemotongan kue adat Tamo.
( Toponimi,Cerita rakyat, dan data sejarah dari kawasan
perbatasan Nusa Utara, Sub Dinas kebudayaan kab.Kepl. sangihe, 2006 )
- Versi ke empat
Tahun 1300, Pangeran Gumansalangi dibuang oleh orang tuanya dari
Cotabato – Mindanao, jauh ketengah hutan. Gumansalangi dibuang karena
tabiatnya buruk. Ditengah hutan Gumansalangi menyadari kesalahannya
sambil menangis-nangis dan tangisannya terdengar sampai kekayangan.
Dia lalu ditolong oleh raja dari kayangan dengan mengirim putri
bungsunya bernama konda kebumi untuk menemui Gumansalangi dalam penyamaran sebagai seorang perempuan yang berpenyakit kulit.
Gumansalangi mengajak perempuan itu untuk tinggal bersamanya.
Tapi beberapa hari kemudian sang putri menghilang karena kembali
kekhayangan. Dua kali putri melakukan hal itu kepada
Gumansalangi. Ketiga kalinya sang putri datang lagi dalam rupa
putri cantik atas perintah ayahnya. Sejak saat itu mereka menjadi
suami isteri.
Setelah menikah, atas perintah sang raja khayangan mereka disuruh
keluar dari hutan tersebut. Kepergian mereka ditemani oleh kakak
sang putri bernama Bawangung – Lare yang menjelmah menjadi
seekor naga. Mereka berangkat ketimur dan sampai ke pulau Marulung
(pulau balut sekarang) Ditempat ini mereka tidak turun karena
tidak ada tanda seperti yang disampaikan oleh ayah
mereka.Tanda-tanda tersebut adalah nampak kilat saling menyambar
dan gemuruh. Perjalanan di lanjutkan melewati Pulau Mandalokang
(Pulau taghulandang sekarang) mereka tidak menetap disana karena
tidak ada tanda dan terus ke pulau Karangetang disana tidak juga
terlihat tanda. Perjalanan dilanjutkan ke pulau Tampungang Lawo
menuju ke gunung Sahendalumang. Di puncak gunung, mereka menemukan
tanda berupa kilat dari atas dan gemuruh dari bawah.
Berdasarkan titah sang ayah, menetaplah mereka di tempat itu.
Gumansalangi diangkat menjadi raja dengan gelar Medellu yang
berarti bagaikan gemuruh, sedangkan Putri Konda dijuluki Mengkila
yang berarti putri kilat. Kerajaan itu bernama kerajaan Tampungan
Lawo.
Tahta kerajaan kemudian diserahkan kepada anaknya yang sulung Melintangnusa
tapi kemudian Melintangnusa pergi ke Mindanao dan menikah dengan
putri Mindanao bernama Putri Hiabĕ anak dari raja tugis. Adiknya
Melikunusa pergi ke daerah Bolaang Mongondow dan menikah dengan putri
Mongondow bernama Menong Sangiang.
Tahta kerajaan dari Melintangnusa digantikan oleh anaknya Bulegalangi. ( sumber cerita dari Bapak H.Juda dalam buku “ Manga wÄ•keng Asaļ ‘u Tau SangihÄ• “).
Melihat penyampaian syair umum dalam berbagai sasalamate tamo yang
diturunkan sejak masa lalu, memberikan gambaran tentang usaha
Gumansalangi memecahkan masalah dan akhirnya mendapatkan apa yang
diinginkan. Tentang telur pada pucuk tamo sudah dijadikan hiasan
utama pada tamo masa lalu sbagai simbol kehidupan baru yang
diamanatkan dalam kisah Konda Wulaeng. Jika pemaknaan filosofi
Tamo adalah gambaran Gumansalangi dan konda wulaeng maka
kemungkinan besar, dari beberapa versi cerita Gumansalangi
diatas yang paling bersesuaian adalah versi ke tiga.
SEJARAH PERKEMBANGAN MASYARAKAT SANGIHE
- Arti nama sangihe
Sangihe adalah daerah kepulauan, yang dahulunya satu bagian dengan
kepulauan Talaud dan Kepulauan Sitaro dalam sistem pemerintahan
kabupaten. Saat ini Kepulauan Talaud dan Kepulauan Sitaro ( siau,
taghulandang,biaro ) terpisah, dan membentuk pemerintahan kabupaten
yuang baru.
Luas kepulauan sangihe adalah 2.263,95 km persegi (ensiklopedi nasional indonesia).
Terletak antara 125,10â° sampai 127,12â° bujur timur dan 2,3â°
lintang sampai 5,2â° lintang utara. Secara Geografis, kepulauan
sangihe berbatasan, sebelah utara dengan perairan laut
philliphina,sebelah selatan dengan selat talise - perairan laut
minahasa,sebelah barat dengan laut maluku, sebelah timur dengan
laut sulawesi. Sangihe merupakan daerah vulkanis karena berada
pada jalur pegunungan sirkum pasifik yang menghubungkan jalur
philiphina,ternate,tidore sulawesi utara dan sulawesi selatan. Hal
ini dibuktikan dengan adanya gunug api seperti gunung awu di pulau
sangihe,gunung karangetang di pulau siau,gunung ruang di pulau ruang
taghulandang,gunung api bawah laut mahangetang. Sangihe dikenal
sebagai sangir atau sanger oleh suku-suku lain di Sulawesi utara.
Kemungkinan besar penggunaan nama sangihe berhubungan dengan kata sangi’ berarti sumangi, sasangi, sasangitang, makahunsangi, mahunsangi, masangi, semua kata ini merujuk pada arti tangis dan sedih. (sangiress nederlands woordenboek met nederlands sangiress register, Mr.K.G.F.Steller-Ds.W.E.Aebersold). Kata Sangihe dapat dipilah dari dua kata yang diartikan secara harafiah yaitu : Sangi dari kata sangiang yang berarti Putri Khayangan, Ihe atau uhe berarti Emas. ( Toponimi,cerita rakyat dan data sejarah dari kawasan perbatasan nusa utara). Kata sangi’ dapat juga ditemukan sebagai nama tempat di pulau lapu-lapu kepulauan philliphiness,afrika dan india.(Encarta 2007). Pelaut Eropa menyebut daerah kepulauan Sangihe Talaud dengan nama Sanguin. Pelaut-pelaut china dalam satu ekspedisi yang dipimpin laksaman Ceng Ho menyebut daerah kepulauan sangihe dengan nama Shao San. (Iverdixon Tinungki,Tabloid Zona Utara). Dalam bahasa Tountembouan, kata Sangir berarti mengasah dengan menggunakan batu asah. Tempat untuk mengasah benda tajam disebut pasangiran.
Sampai saat ini belum ditemukan data secara pasti sejak kapan
kata sangihe mulai digunakan sebagai nama kepulauan yang didalamnya
hidup ethnis sangihe. Muhamad Yamin dalam buku Atlas Sejarah sudah
menulis P. Sangihe sebagai daerah kekuasaan kesultanan
Ternate sampai tahun 1677 sebelum diserahkan ke VOC. Dalam
catatan-catatan lain mengatakan bahwa sangihe adalah Nusa Utara.
Kepulauan Sangihe dan Talaud pernah menjadi wilayah konsentrasi
pasukan Majapahit. Kedatangan pasukan kerajaan majapahit di utara
Indonesia terutama di Kepl.Talaud antara tahun 1350 sampai 1365.
Masa ini dihitung sejak Hayam Wuruk berkuasa di kerajaan Majapahit
dan mencapai kejayaan. Thn 1365 adalah tahun wafatnya Gajah
Mada.
- Penduduk Mula - Mula
Manusia Sangihe pertama berdasarkan Legenda dan cerita lisan, terdiri dari 4 jenis yaitu:
Manusia Apapuhang. Apapuhang adalah jenis
manusia pertama dalam legenda Sangihe yang pernah hidup di
pulau Sangihe. Mereka hidup dicabang pohon. Persebaran manusia
apapuhang berada di Utaurano antara Mangehesê dan Bowongkalaeng.
Disebuah lembah yang sekarang dikenal dengan nama balang apapuhang,
kecamatan Tabukan Utara. Bentuk fisik Apapuhang, tubuhnya pendek,
kerdil. Suku Apapuhang memiliki kerajaan di bawah bumi. Untuk
dapat masuk di kerajaan Apapuhang harus melewati pintu
gerbang yang berada tepat di belakang air terjun Apapuhang di
Kampung Lenganeng (Wawancara dengan Bapak Radangkilat thn 1994) Semua benda di kerajaan Apapuhang terbuat dari emas.
Manusia Tampilê Batang, Hidup diakar pohon besar yang tumbang. Persebaran penduduk ini tidak diketahui.
Manusia Pêmpanggo (manusia jangkung) Tidak memiliki tempat tinggal tetap. Persebaran penduduk ini tidak diketahui.
Manusia Angsuang. Angsuang adalah raksasa dalam
bahasa sangihe.Cerita tentang manusia ini menjadi Legenda di
kampung-kampung yang berada dikaki gunung Awu. Angsuang adalah
tokoh dalam legenda Gunung Awu, yang menceritakan proses
terjadinya letusan gunung berapi.
- Nenek moyang penduduk kepulauan Sangihe
Dr. Peter Beltwood dari Australian National University Departement of
Prae-history bekerjasama dengan pihak permuseuman kantor pendidikan
dan kebudayaan yang diwakili oleh Drs. I. Made Sutayasa pada
bulan Juni sampai Juli 1974 telah mengadakan penggalian
dikepulauan sangihe dan talaud. Dari hasil penggalian ditemukan
taring dan gading hewan purba,gerabah bermotif, flakes, kerangka
manusia purba (di goa Bowoleba Manalu).Temuan itu memberikan gambaran
bahwa sudah ada kehidupan di kepulauan sangihe dan talaud sejak
kurun waktu 5000 tahun silam. (Toponimi,cerita rakyat dan data sejarah dari kawasan perbatasan nusa utara)
Tim arkeologi nasional melalui balai arkeologi manado dalam laporan penelitian arkeologi, “kajian permukiman dan mata pencaharian hidup manusia masa lalu di kepulauan sangihe dan talaud sulawesi utara” mendapatkan hasil bahwa sudah sejak lama ada kehidupan di kepulauan Sangihe dan Talaud.
Robert C. Suggs dalam buku “ Island Civilization of Polynesia”, ( John Rahasia “Penemuan Kembali Tagaroa “, 1975
) mengungkap bahwa sejak ± 2000 – 1700 sebelum Masehi terjadi tekanan
politis militer China dan Mongolia dari bagian utara daratan
Asia yang mendesak penduduk di lembah Mekhong di daerah Yunnan
(Viet Nam) untuk pindah. Penduduk yang tinggal di lembah Mekhong
menjalani tiga macam situasi yaitu : Mereka yang lemah dan
tunduk, dikuasai dan diasimilasikan dibawah peradaban,kebudayaan
dan kekuasaan China – Mongolia.Mereka yang lemah tetapi mengadakan
perlawanan,dihancurkan sampai keakar-akarnya, sehingga tidak
berbekas.Mereka yang tidak mau tunduk terpaksa meninggalkan daerah
asalnya dan merantau keluar. Ketepi laut China Selatan ke
Philliphina, Nusantara, melalui Mikronesia dan Melanesia sampai ke
kepulauan Hawaii, pulau Paskah, Selandia baru di Polynesia dan ada
juga yang ke Madagaskar, Timur Afrika.
Periodisasi persebaran penduduk di China akibat masalah diatas dapat dikelompokan sebagai berikut ;
- Continental riverine migrations, yaitu penyebaran di daerah daratan Asia disektar sungai mekhong
- Coastal maritime migrations, yaitu penyebaran di daerah pesisir vietnam atau tepi laut cina selatan.
- Insular Maritim migration, yaitu penyebaran antar pulau dalam wilayah kepulauan Taiwan, Jepang, Philliphines, Indonesia.
- Insular oceanic maritime migrations, yaitu: penyebaran antar pulau sambil mengarungi samudera Nusantara dan ke Madagaskar.
Migrasi nenek moyang Nusantara terdiri dari dua tahapan yaitu :
Migrasi pertama tahun 1700 - 1500 sebelum Masehi dinamakan proto melayu.
Migrasi ini membawah kebudayaan Batu baru / neolitikhum yang
berpusat di Bascon hoabin Indo china. ( kebudayaan kapak lonjong
dan persegi ). Yang termasuk keturunan proto melayu adalah : suku toraja dan dayak. Migrasi kedua tahun 700 - 300 Sebelum Masehi dinamakan Deutro Melayu yang membawah kebudayaan logam. Kebudayaan ini berpusat di Dongson. Yang termasuk keturunan deutro melayu adalah suku Jawa dan Bugis.
Penduduk Sangihe dan Talaud termasuk ras Melayu Polynesia. Asal
perpindahan mereka dari Utara Mindanao dan lainnya berasal dari
Ternate. Suku bangsa Sangihe dan Talaud termasuk suku bangsa Polynesia dan sebagian besar termasuk dalam suku Austronesia (Prof. J. C. van Erde, dalam catatan tentang kebudayaan Sangihe-Talaud, Gideon Makamea,2008 ).
Penduduk Sangihe, tidak dapat ditentukan dengan pasti asalnya.
Diperkirakan mereka berasal dari Philliphina dan Sulawesi Utara hal
ini didasarkan dari bahasa yang ada di Sangihe dan Talaud,
Philliphina dan Minahasa memiliki banyak kesamaan. (Breuwer 1918 ; 771,dalam catatan tentang kebudayaan Sangihe-Talaud, Gideon Makamea,2008 ) Penduduk sangihe sendiri beranggapan bahwa nenek moyang mereka berasal dari utara.
Untuk mengetahui siapa nenek moyang pendatang dan siapa nenek
moyang penduduk asli dapat dilihat melalui beberapa ras dunia
yg akan menunjukan keberadaan nenek moyang suku sangihe.Ras
Kaukasoid terdiri dari, Nordik (Eropa utara/ Jerman), Alpin (sebagian
besar bangsa Eropa), Mediterania (Timur tengah / Arab), Indic
(India). Ras Mongoloid terdiri dari, Asiatik Mongoloid
(China,Jepang,Korea ), Malayan mongoloid (Melayu), American Mongoloid
(Indian). Ras Negroid terdiri dari, African Negroid (negro Afrika),
Negrito (penduduk Asli Philiphina).Ras khusus seperti ;
Australoid/penduduk asli Australia, Polynesia/bangsa Pasifik,
Melanesia/Papua pasifik, Micronesia / Pasifik, Ainu/penduduk asli
Jepang, Dravida/penduduk asli India, Bushman / Afrika selatan.
Bangsa Melayu terdiri dari 4 Suku bangsa yaitu : Malaysia, Indonesia, Orang negrito, dan Papua (Encarta 2005).
Dapatlah disimpulkan bahwa penduduk Sangihe asli ditinjau dari
etnik, dan legenda, bukanlah orang Indonesia tetapi merupakan bagian
dari suku bangsa negrito. Karakter fisik ras Negrito adalah :
mata tidak sipit,warna kulit gelap kehitaman, postur tubuh
tinggi rata-rata 130 cm.
Sebelum terjadi migrasi besar-besaran dari daratan china, di Nusantara sudah ada penduduk yaitu : Wedoid dan Negrito. Sisa-sisa suku wedoid adalah : suku Sakai di siak, suku kubu di jambi,suku lubu di palembang. Sisa-sisa suku negrito sudah punah. Ras
Negroid termasuk juga sub ras africa negroid (Negro Afrika) dan
negrito penduduk asli Philliphina. Negrito adalah nama yang
diberikan oleh orang-orang Eropa untuk membedakannya dengan Negro
Afrika.
Karakter fisik penduduk sangihe ditinjau dari asalnya terdiri dari ;
- Sama dengan penduduk dari persebaran migrasi china, penduduk asli Sangihe termasuk dalam Ras Malayan Mongoloid atau keturunann proto melayu jalur selatan.
- Penduduk sangihe dipandang dari sisi Legenda berarti penduduk Sangihe pertama berasal dari philipina. Penduduk asli philipina seperti suku aeta,agta termasuk dalam ras khusus dunia yaitu Ras Negrito.
Berdasarkan cerita lisan yang sudah terwaris turun temurun bahwa nenek moyang orang sangihe adalah Gumansalangi.
Gumansalangi diberikan gelar Kasili Medellu ( pangeran guntur ) dan
Konda asa bergelar Sangiang Mengkila atau Konda wulaeng yang berarti putri cahaya.
PENINGGALAN KEBUDAYAAN PRA SEJARAH
Kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan
yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan,
hukum, adat istiadat, serta lain-lain kenyataan dan
kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota
masyarakat. Kebudayaan adalah salah satu ciri yang membedakan
antara manusia dengan binatang.Kebudayaan sangihe memiliki semua
unsur - unsur kebudayaan yang ada.
Terhitung sejak mithology tagharoa, maka kebudayaan
Sangihe purba dimulai sejak tahun 3000 sebelum masehi dan berakhir
sesudah saman logam (nusantara). Mithologi tagharoa adalah
mithology Pasifik. Sebagian peninggalan saman purba dari saman batu masih dapat dilihat di kepl, sangihe.
Secara tipologi peninggalan bersejarah di sangihe,
membuktikan bahwa benda-benda tersebut memang berasal dari saman
purba, meskipun sampai saat ini belum diketahui secara jelas
tentang fungsi dan umur dari benda tersebut. ( Tipologi adalah
suatu cara untuk menentukan umur benda budaya berdasarkan
bentuknya. Makin sederhana benda budaya makin tua umurnya )
Gong dalam bahasa sangihe adalah Nanaungan. Berfungsi sebagai musik pengiring upacara keagamaan dari saman logam.
KEHIDUPAN BERAGAMA DAN
KEPERCAYAAN SUKU SANGIHE
Kehidupan beragama pada dasarnya merupakan kepercayaan terhadap
keyakinan adanya kekuatan gaib,luar biasa atau supranatural yang
berpengaruh terhadap kehidupan individu dan masyarakat, bahkan
terhadap segala gejala alam. Mempercayai sesuatu sebagai yang suci
atau sakral adalah ciri khas kehidupan beragama.(Busstanudin Agus, Agama dalam kehidupan manusia,50,2005).
Manusia beragama karena beberapa hal yaitu ; Tidak mampu mengatasai
bencana alam,tidak mampu melestarikan sumber daya dan keharmonisan
alam,tidak mampu mengatur tindakan manusia untuk dapat hidup damai
satu sama lain dalam masyarakat. (Evans-Pritchard, dalam Busstanudin Agus, Agama dalam kehidupan manusia,50,2005)
Kepercayaan ialah sistem keyakinan yang dianut oleh seseorang atau
masyarakat dan menjadi dasar orientasi dan prilakunya. Unsur yang
biasanya terkandung dalam kepercayaan ialah :
mithos,ketuhanan,manusia,alam semesta,doa,mistisisme, magi dan tujuan
kehidupan. ( D.J. Walandungo, Tesis,Islam Tua Terpasung dan Merana,2002).
- Masa Sundeng
Jauh sebelum terbentuknya kerajaan pertama, suku sangihe
sudah menganut sistem kepercayaan. Kepercayaan yang dianut suku
sangihe dimasa lalu tidak dapat dipastikan seperti apa. D.
Brillman dalam bukunya Onze zending velden De zending op de sangi-en Talaud – eilanden menjelaskan bahwa sampai abad ke – 16 terdapat sistem kepercayaan yang disebut “ kepercayaan mana
“. Mana adalah kekuatan yang menonjol,yang menyimpang dari
kekuatan yang biasa, kekuatan ini hadir secara gaib di mana –mana
(sakti). Pendapat umum, mengatakan bahwa kepercayaan suku sangihe
dikelompokan sebagai kepercayaan animisme. Animisme adalah
suatu kepercayaan mengenal adanya roh-roh dan mahluk-mahluk halus
yang mendiami seluruh alam semesta. Selain pendapat diatas, suku
sangihe dimasa lalu juga menganut fetis atau pemujaan
terhadap benda-benda alam maupun buatan manusia yang diisi dengan
kekuatan gaib, jika benar fetis, berarti agama sangihe purba juga
beraliran dinamisme. (Dr. Harun Hadiwijono, Religi suku murba di Indonesia,2006)
Beberapa pendapat tentang kepercayaan sangihe dapat dilihat
melalui aktifitas keagamaan masa lalu. Masyarakat sangihe mengenal
beberapa ritual keagamaan seperti ritual měsundeng.
Sundeng bukan hanya sekedar ritual keagamaan tetapi sebagai sebuah
komunitas yang didalamnya terdapat suatu kehidupan budaya dan sistem
kemasyarakatan yang memiliki hubungan dengan sebuah kekuatan
yang dianggap lebih berkuasa dari komunitas tersebut.
Komunitas ini mengatur adanya pemimpin agama yang di sebut Ampuang.
Ampuang bertindak sebagai orang yang berkedudukan tertinggi
dalam komunitasnya. Dalam menjalankan aktifitasnya ampuang dibantu
oleh para tatanging dan para bihing. Penetapan kedudukan dalam komunitas sundeng dilakukan melalui proses pemuridan atau bawihingang.
Kegiatan utama ritual měsundeng adalah menalě atau
mempersembahkan sesaji. Pada awalnya pemberian sesajen dilakukan
dalam bentuk pengorbanan yang mengorbankan manusia kepada penguasa
alam. Ritual sundeng tidak dilaksanakan ditiap kampung tetapi
dilaksanakan dalam suatu pusat penyembahan yang disebut penanaruang.Terdapat
tempat pelaksanaan ritual sundeng yaitu di manganitu,
pananaru,pulau mahumu dan beberapa tempat lain. Pusat penyembahan
terbesar terdapat di kampung Pananaru kecamatan Tamako.
Pelaksanaan ritual sundeng dihadiri oleh perutusan komunitas
sundeng terkecil dari tiap kampung. Tidak semua komunitas sundeng
memiliki ampuang ataupun tatanging, kebanyakan dari komunitas
kecil hanya memiliki seorang bihing.
Secara garis besar, tata cara pelaksanaan kegiatan menalÄ›
dimulai dari berkumpulnya para anggota komunitas sundeng melalui
perutusannya. Duduk melingkar berdasarkan kedudukan dan peran dalam
kegiatan penyembahan. Mempersiapkan seseorang yang akan dikorbankan.
Meminta petunjuk dari penguasa alam. Setelah direstui ditikamlah
satu orang yang sudah dipersiapkan dengan alat yang bernama kenang. Diyakini jiwa sang korban menuju tempat lain. Berpindahnya jiwa korban diantar melalui prosesi budaya seperti tari lide’,
bunyi-bunyian alat musik oli’ disertai tagonggong dan nanaungang.
Setelah semua kegiatan selesai, semua peserta makan bersama.
Komunitas sundeng meyakini adanya kekuatan yang melebihi
kekuatan mereka, untuk itu mereka mempersembahkan korban sebagai
bentuk hubungan antara manusia dan sang penguasa alam. Kekuatan
yang melebihi kekuatan manusia dalam komunitas sundeng berupa
kekuatan tidak terlihat atau roh. Kekuatan tersebut terdiri dari tiga
unsur roh yang dibedakan dari orang-orang yang menyembahnya yaitu
Ghenggonalangi, Aditinggi dan Mawendo. Ghenggonalangi adalah kekuatan
yang berkedudukan setinggi langit yang menguasai seluruh bumi.
Aditinggi adalah kekuatan yang berkedudukan didaratan tertinggi, yang
disembah oleh orang - orang di perbukitan. Mawendo adalah kekuatan
yang berkedudukan dilaut yang disembah oleh orang-orang dilaut
dan dipesisir pantai.
Pada saat ritual sundeng masih dijalankan dalam sebuah
komunitas sundeng maka muncullah sebuah ritual yang disebut mědaroro.
Inti dari ritual ini adalah mencari dan menemukan petunjuk dari
roh leluhur yang sudah mati. Ritual inilah yang ditafsir oleh
D.Brillman dalam buku (Kabar baik dari bibir pasifik,terjemahan)
sebagai agama orang sangihe. Ritual medaroro masih dilaksanakan di
pananaru sampai tahun 1976 (wawancara dengan tua kampung pananaru,thn 2007), di Manganitu sampai tahun 1960-an (wawancara dengan bpk. Garing,bapak Ulis).
Konsep dan tata cara pelaksanaan ritual medaroro masih diadaptasi
dari ritual sundeng termasuk lokasinya. Dikemudian hari lokasi
pelaksanaan medaroro sudah dilaksanakan di kampung-kampung dalam
komunitas kecil yang dulunya adalah komunitas kecil sundeng. Yang
membedakan antara sundeng dengan medaroro adalah persembahan
korban tidak lagi menggunakan manusia tetapi menggunakan babi. (wawancara dengan tua kampung, Nahepese, Bengka, Karatung, Kauhis, 2001 – 2007).
Digantinnya korban manusia dengan babi, dimulai pada saat
masuknya bangsa eropa di kepulauan sangihe. Pada akhirnya
persembahan korban dalam ritual medaroro diganti dengan
persembahan sesajen nasi kuning dengan lauknya.(wawancara dengan bpk. G. Makamea,2007).
Makna kekuatan yang disembah dalam ritual medaroro tidak lagi
kepada Ghenggonalangi,aditinggi dan mawendo tetapi kepada HimukudÄ›.
Selain ritual sundeng dan medaroro masih ada ritual lain yang
pernah dilakukan masyarakat sangihe dimasa lalu seperti ritual menahulending banua,menondo sakaeng,mendangeng sake, melanise tembonang, menaka batu, dan lain-lain.
Ritual menaka batu (menutup kubur dengan batu) adalah ritual purba yang berhubungan
dengan peristiwa kematian,ritual ini dilakukan beberapa saat setelah
penguburan jenasah. Berdasarkan temuan, batu penutup kubur ini diambil
dari tempat yang sangat jauh dari tempat penguburan karena lokasi
pekuburan tua ini berada di atas bukit.Dilihat dari bentuk bangunan,
dapat diidentifikasi bahwa kuburan yang menggunakan tutup batu, dibuat
pada saman Batu besar.
Tutup batu kubur ini menyerupai dolmen.Ukuran batu mulai dari
50 x 50 cm sampai 100 x 250 cm dengan ketebalan 5 – 25 cm. Berat batu
berfariasi dari 50 kg sampai 700 kg. Pada bagian bawah terdapat 4
sampai 5 tiang batu setinggi 40 cm dari atas tanah.Ritual menaka batu
menunjukan status sosial masyarakat. Kuburan yang memiliki penutup batu
paling besar berasal dari kalangan atas sedangkan kuburan yang memiliki
penutup batu kecil dari kalangan bawah.Berdasarkan penuturan dari
tua-tua kampung pananaru dan lapango, untuk mengangkat batu ukuran
besar memerlukan tenaga sebanyak 50 sampai 100 orang yang dilakukan
secara estafet.Diatas batu, duduk seorang pemimpin yang memberikan
perintah.Setibanya di pekuburan ada seorang tua-tua adat yang sedang
memainkan musik Tagonggong, pada saat batu penutup kubur mulai diangkat
keatas bukit, sering terjadi perkelahian. Setelah prosesi menaka batu
selesai, diadakanlah pesta dalam bentuk meberi makan seluruh pekerja.
Situs kuburan tua sangihe yang memiliki konstruksi yang sama,
menggunakan penutup batu besar terdapat di pantai
pananualeng,pananaru,pangalemang,bawuniang lapango.
Konsepsi masa lalu tentang keragaman budaya terbawa jauh sehingga
menemui suatu perubahan dengan munculnya upacara Tulude. Upacara
ini dilaksanakan setahun sekali sabagai upaya mensyukuri keberadaan
ditahun yang sudah dilalui dan menolak bala di tahun yang baru.
Pada upacara ini ditampilkan semua bentuk hasil kebudayaan
sangihe. Tulude merupakan upacara adat terbesar.
Filosofi utama dari tulude terletak pada tamo, dimana seluruh
lapisan masyarakat dapat hadir tanpa harus diundang. Pada kegiatan
ini tampak nilai kebersamaan antara pemerintah dan masyarakat,
antara masyarakat yang satu dengan lainnya dengan tidak
membedakan status dan kedudukannya dalam kehidupan bermasyarakat.
- Masuk dan berkembangnya agama luar di kepulauan sangihe.
- Agama Islam
Islam merupakan agama luar pertama yang masuk dan berkembang
dikepulauan sangihe. Sebelum agama Islam berkembang lebih luas
disangihe, sudah lahir sebuah komunitas kehidupan beragama
menyerupai islam yang disebut Islam tua atau kaum tua. Aktifitas keagamaan komunitas ini masih mempercayai dan mengikuti kebiasaan penganut islam Alquran, seperti melakukan puasa,melakukan sholat berjamaah,merayakan
beberapa hari keagamaan Islam berdasarkan islam quran. Komunitas
keagamaan ini tidak memiliki kitab suci sebagaimana agama Islam
Al-quran. Mereka meyakini bahwa ajaran islam tua disebarkan pertama
kali oleh seseorang yg kemudian disebut sebagai Mawu Masade. (penjelasan beberapa umat islam tua 2003).
Salah satu ajaran leluhur yang mereka anggap patut di jaga
adalah : umat tidak perlu sekolah tinggi, karena kalau sekolah
tinggi dapat mengotori tingkat keimanan mereka kepada Tuhan Yang Maha
Esa (wawancara dengan bpk. Manto Kirimang,2007)
Masade adalah seorang anak berumur 7 tahun yang ditemukan di
kerajaan Tabukan pada masa pemerintahan Raja Dalero. Pada saat
itu terjadi perang antara kerajaan tabukan dan kerajaan islam
LumaugÄ›. Penyebab perang bukan masalah agama tetapi dendam kepada sultan sibori dari ternate yang membawa lari Maimuna putri raja Dalero. (Sultan sibori sering berkunjung ke kerajaan Lumauge). Pada saat terjadi perang,masade bersembunyi didalam perahu yang tertutup ditanah. Dia ditemukan dan dibesarkan oleh Manakabe.
Masade mempelajari agama Islam di Ternate dan Mindanao lalu
kemudian menyebarkannya ke sangihe. Masade meninggal dan dimakamkan
di Tubis,Philliphina, beberapa waktu setelah perjalanannya ke
Ternate,Mongondow,dan Mekah.
Ajaran Masade diteruskan oleh muridnya yang bernama Penanging. Penanging melakukan pemuridan kepada tiga orang yaitu Makung, Hadung dan Biangkati.
Ajaran tiga murid penanging inilah yang melahirkan tiga aliran
ajaran dalam Islam Tua. Tempat ibadah komunitas keagamaan ini
dinamakan mesjid, alat yang digunakan untuk memanggil orang
beribadah menggunakan lonceng. Shalat berjamaah dilaksanakan tiap
hari Jumat. Ajaran utama mereka berasal dari imam. Ada kemungkinan lahirnya komunitas keagamaan islam tua merupakan kegagalan dari dakwah islam Syi,ah.
Disaat agama islam tua sedang mengalami tekanan dari berbagai
pihak terutama tekanan dari negara sendiri, muncul seorang
penyelamat yaitu Pendeta Don Javirius Walandungo. Melalui sebuah tesis dengan judul “ Islam Tua Terpasung dan merana” telah membuka mata pemerintah untuk menyelamatkan agama ini dari tekanan saudara-saudaranya.
Sampai saat ini tidak ada bukti yang dapat menguatkan tetang kapan
masuknya ajaran islam mula-mula di kepulauan sangihe. Secara umum,
ajaran islam masuk ke Indonesia oleh beberapa ahli berasal dari
India, Coromandel, Arabia, Mesir, China dan Persia. Diperkirakan
ajaran yang masuk ke sangihe melalui philliphina dan ternate.
Ajaran Islam masuk dan berkembang disangihe dilihat dari dua kemungkinan.
Pertama, masuk melalui Philliphina awal tahun 1400 oleh
pedagang dan pelaut china yang melalui jalur pelayaran laut.
Persebaran islam ini dilakukan melalui pelayaran yang dilakukan juga
oleh pelaut china, Cheng Ho dalam kunjungannya di pulau Sulu.
Masuknya ajaran islam dari philliphina juga dipengaruhi oleh
hubungan dagang yang dilakukan oleh muslim cina maupun muslim
moro,mindanao.
Kedua, masuknya ajaran islam dari Ternate diperkirakan pada
abad ke 14, karena pada saat itu islam sudah tersebar diseluruh
ternate. Sultan ternate yang benar – benar sudah memeluk agama
islam adalah Sultan Zainal Abidin (memerintah sebagai sultan thn
1486-1500),Zainal Abidin belajar islam dari Sunan Giri. Pada masa
pemerintahan sultan Baabullah anak dari Sultan Hairun (1570-1583)
kesultanan ternate mencapai kejayaan. Wilayah kekuasaannya sampai
ke Philliphina. Orang pertama yang menyebarkan agama islam AlQuran disangihe adalah Imam Penanging yang kemudian dianggap oleh penganut Islam tua sebagai murid dari Masade ( wawancara dengan bapak Gabriel, kepala MI Petta )
Menurut tradisi lisan sangihe, agama islam pertama kali diperkenalkan di Tabukan oleh seorang arab bernama Syarief Maulana Moe’min pada abad ke 15 dan mendapatkan pengaruh pertama terhadap raja kerajaan Lumauge. ( Suwondo,1978 dalam D.J.Walandungo, Islam tua terpasung dan merana ). Kerajaan lumauge berpusat di sebuah bukit di belakang moronge. Kerajaan ini adalah satu-satunya kerajaan islam di sangihe yang merupakan bagian dari kekuasaan kerajaan Tabukan.
Pada abad ke 19 datanglah seorang imam dari pontianak yang mengajarkan ajaran Islam. Imam tersebut dijuluki “Imam Pontiana”.
Sesudah imam “pontiana” dipulangkan oleh pemerintah Kerajaan Tabukan
ke pontianak, muncul lagi seorang pengajar agama islam dari tabukan
bernama Walanda yang sebelumnya pernah berguru pada Tamieng.
Walanda memperdalam ilmu Islam di mongondow,setelah kembali ke
sangihe ia membuka pengajian di tabukan. Pertengahan abad ke 19,
raja Kumuku (Hendrik David Paparang) mempelajari agama Islam di Ternate. Sekembalinya di Sangihe, dia membawa seorang anak bernama Moedin Baud. (catatan laporan kunjungan Gubernur jendral di kerajaan Tabukan, 1927)
Pada masa pemerintahan Presidentsi raja Cornelis Siri Darea tahun 1886, agama islam di Kerajan Tabukan mendapat tekanan. Kapiten laut Hadiman Makaminan dan Maloehenggehe Paparang dihukum karena berguru ajaran islam pada Husein (orang Gorontalo).
Orang-orang yang masih memeluk agama Islam di Tabukan diungsikan
ke Tahuna dan membentuk komunitas baru kampung islam Tidore.
Pengungsian dipimpin oleh Abdoel Latief. Di bowondego/lenganeng mereka menangis sambil mengucapkan doa Ya
Allah Tuhan yang rahman, PadaMulah tempat berlindung, Sertailah
berkat, teguhkanlah iman, Peliharalah hambamu diperasingan. Diantara para pengungsi terdapatlah seorang yang bijak bernama Ontameng Kakomba yang kemudian menjadi guru agama Islam di Tahuna.
Di masa pemerintahan raja Tahuan, Dumalang, islam mendapat
tekanan. 15 orang penganjur Islam diasingkan diluar Sulawesi.Atas
pertolongan Controleur Hoeke beberapa tahun kemudian dibangunlah
sebuah mesjid di Sawang. Dimasa pemerintahan Raja D. Sarapil 1898 umat
islam dalam pembuangan Tahuna, diijinkan pulang ke Tabukan dan
membangun mesjid di Moronge dan Peta.
Tahun 1915 datanglah seorang Ambon bernama Marasa Besi
mengajarkan ilmu sihir bertopeng agama Islam. Tahun 1919 Sarikat
Islam terbentuk di Tabukan, organisasi ini bubar pada tahun 1921.
Karena kesalah pahaman, pemimpin Sarikat Islam J.G. Janis dihukum,
sampai meninggal dan dikuburkan di Surabaya. Pada masa
pemerintahan raja W.A. Sarapil tahun 1925, kehidupan beragama di
kerajaan tabukan menjadi baik. (disarikan oleh Bombaran Makaminan dalam catatan laporan kunjungan Gubernur jendral di kerajaan Tabukan, 1927 )
Satu-satunya kerajaan Islam di Sangihe adalah Kerajaan Lumauge yang
berpusat di Moronge, dibawah kekuasaan Kerajaan Tabukan. Kerajaan lain
disangihe yang mendapat sentuhan islam adalah kerajaan Kendahe.
Raja kerajaan kendahe pertama adalah anak Sultan Achmad dari
philiphina, memerintah thn 1600 – 1640. Raja Tabukan yang beragama
islam adalah raja Gadma. ”Utusan raja Gadma menegaskan kepada
pemerintah spanyol di manila bahwa mereka rela meninggalkan agama
islam dan memeluk agama kristen” ( Meersman 1967 dalam D.J.Walandungo, Islam tua terpasung dan merana).
- Agama Kristen.
Misi Khatolik Portugis pertama yang tiba di Maluku adalah
beberapa rahib Franciscan yang mendarat di Ternate tahun
1522,kemudian berkembang pesat sampai tahun 1570, di ambon
lease,bacan,halmahera – morotai,ternate-tidore, Banggai,Manado dan
Sangihe. Hal ini terlaksana atas usaha dari Misionaris Jesuit,
Franciscus Xaverius sejak tahun 1546 selama 15 bulan penginjilan.
Sesudah tahun 1570 Misi Roma khatolik mulai mengalami kemunduran
akibat dari, dibunuhnya Sultan Hairun oleh Portugis.
Tahun 1563, pater Diego de Magelhaes membaptis “raja Manado” dan raja Siau Possuma.
Thn. 1566 raja Siau yang baru kembali dari pengungsian
ditemani oleh misionaris dari Ternate Pater Mascarenhas. Akhir bulan
september 1568 raja Kolongan meminta rohaniawan di siau untuk
menerimanya menjadi Kristen. Tgl. 5 Oktober 1568, Pater Mascarenhas
tiba di pulau sangihe, mengajar selanjutnya membaptis dan menikahkan
beberapa bangsawan di kerajaan kolongan. Tahun 1563 adalah awal sentuhan Khatolik di Siau.
Perkembangan protestan di pulau sangihe dapat di periodisasikan
berdasarkan buku Wilayah-wilayah zending kita, Zending dikepulauan
sangi dan talaud, sebagai berikut :
- Masa awal protestan (masa VOC)
Penyebaran protestant calvinis dimulai sejak Spanyol
menarik diri dari Sangihe, setelah VOC merebut Tahuna
pada tahun 1666. Pendeta mula-mula adalah Ds. Pregrinus
(1677) dan Ds. Cornelis de Leeuw, sebagai pendeta
pertama yang berkhotbah dalam bahasa Sangihe (1680
- 1689).
Penyebaran agama kristen protestan mula-mula dilakukan oleh para
pendeta pegawai VOC. Tahun 1675 Pendeta J. Montanus mendapati bahwa
jemaat-jemaat di Manado sudah sangat lemah. Tahun 1677 VOC menetapkan
Pendeta Zacharias Cacheing di Manado. Sampai tahun 1700 tidak banyak
lagi pendeta yang mau datang ke Indonesia. Kekristenan pada masa
VOC terjadi bukan karena keimanan tetapi karena tekanan politik.
(Prof.Dr.I.H.Enklaar.Sejarah gereja ringkas,81,1966)
Tahun 1674-1675 adalah masa awal sentuhan protestan di pulau
sangihe. Pada masa itu Pendeta Franciscus Dionysius dan Pendeta
Ishacus Huysman berkunjung ke pulau sangihe,kemudian sakit lalu
meninggal dan dikuburkan ditepi pantai, jalan menuju ke angges. Thn.
1676 sangihe dikunjungi oleh Pendeta. J.Montanus dan
Pendeta Peregrinus. Tahun 1770 – 1853 Pendeta Josep Kam Bertugas di
Maluku dan dijuluki Rasul Maluku, pendeta ini sering melakukan
kunjungan ke sangihe. Pendeta terakhir yang berkunjung ke pulau
sangihe semasa VOC adalah Pendeta J.R. Adams pada tahun 1789. 31
Desember 1799 VOC dibubarkan, sejak bubarnya VOC tidak ada lagi
pelayanan rohani
- Masa NZG (Nederlandsch Zendeling Genootschap ) Perserikatan Pekabaran Injil Belanda
Van der Kamp mendirikan NZG Tahun 1797. Tahun 1817 Pendeta Josep Kam
berkunjung ke Minahasa. Tahun 1819 Lenting berkunjung ke
Minahasa.Pendeta Josep Kam dan Ds. Lenting mendapati orang Kristen tidak
ada pelayanan lagi,lalu mereka melaporkan keadaan itu pada NZG di
Belanda. Pada tahun 1822 atas laporan diatas maka NZG mengirim 2 orang
berkebangsaan Swiss, L.Lamers di Kema ( meninggal 1824 di Kema ) W.
Muller di Manado (meninggal 1827 di Manado) Mereka meninggal karena
penyakit Typus.Dalam pelayanan, mereka mengalamai banyak hambatan
dan tantangan terutama dari kalangan turunan Eropa.Tahun 1827
pelayanan manado diganti oleh Ds. G. J. Helendoorn. 4 tahun kemudian
tahun 1831 dikirim lagi 2 Orang pelayan yaitu : Johann Friedrich Riedel dan Johann GottliebSchwars.
Tahun 1855, NZG mengutus S.D. van der Velde van Capellen dari Minahasa
ke sangihe dan membaptis 5033 orang.Ketika itu S.D. van der Velde van
Capellen sedang bertugas di Tareran,Minahasa. Atas kujungan tersebut
dilaporkanlah keadaan jemaat kristen sangihe yang terlantar kepada
NZG. Oleh menteri Jajahan, diberikan jawaban bahwa akan diutus
empat orang Zendeling-werklieden atau zendeling tukang. S.D. van der
Velde van Capellen kembali lagi ke tempat tugas di minahasa sampai
akhir hidup dan dikuburkan di lansot tareran tahun 1856.
- Masa Zendeling – werklieden ( zendeling tukang atau utusan tukangdalam perhimpunan “Pendeta tukang)
Komisi Zendeling tukang memulai pekerjaannya di
Amsterdam tahun 1851 dan mengutus pekerja injil di
Indonesia. Komisi telah mengutus sembilan orang ke
pulau sangihe dan talaud untuk melakukan penginjilan.
Usaha penginjilan ini dilakukan atas beberapa latar
belakang diantaranya :
- Kurang lebih 200 tahun pemeliharaan injil di sangihe terlantar.
- Laporan Pdt. S.D. van Der Velde van Capellen tahun 1855 tentang kemerosotan iman jemaat di Sangihe.
Karena kekurangan tenaga di Belanda, Komisi zendeling tukang
mengambil beberapa utusan dari Jerman. Mereka yang diutus adalah :
Carl W.L.M Schroder, E.T.Steller, F. Kelling dan A.Grohe. Kelling dan
Grohe ke pulau Siau mereka tiba di Taghulandang 15 Juli 1875. Steller dan Schroder tiba di Manganitu 25 Juni 1857. Pengutusan zendeling tukang berakhir tahun 1858.
- Masa Komite Sangihe dan Talaud (didirikan tahun 1887)
Pada masa ini tanggungjawab pemeliharaan iman di pulau sangihe
dan talaud ditangani oleh Komite Sangihe dan Talaud. Komite ini
didirikan di Belanda atas kerja sama dengan beberapa badan
penginjilan. Komite hanya bertanggung jawab membiayai perjalanan
utusan injil sampai di Batavia, sesudah itu diserahkan kepada
pemerintah Hindia Belanda melalui badan penginjilan yang ada di
Manado. Utusan injil yang datang di sangihe dan talaud diambil
dari beberapa badan penginjilan.
Utusan injil baru tiba di Sangihe tahun 1888. Mereka yang
diutus adalah : M. Kelling,W.T.Vonk, J.C.G.Ottow. Tahun 1891, siau
menerima pekerja injil baru yaitu : A.J. Swanborn,pada saat yang
sama G.F. Schroder pindah dari talaud di pulau sangihe, dan Mr.K.G.F.
Steller tiba di Manganitu 31 mei 1899. Pada tanggal 1 Juli 1904
pelayanan injil di serahkan lagi pada komite untuk pemeliharaan
kebutuhan rohani jemaat kristen protestan pribumi. Menjelang
pertengahan tahun 1900, gereja kristen di sangihe menyatakan
berdiri sendiri, tidak terikat lagi oleh gereja negara.
SENI TARI DAN MUSIK SANGIHE
Penciptaan tari lahir sebagai bagian dari keperluan ritual atau
upacara adat dan kegiatan sosio – kultural. Dalam tata kehidupan
seperti itu rasa dan semangat kebersamaan menjadi titik
sentral. ( I Wayan Dibia,dkk. Tari Komunal,2006)
Tari berkembang atas kerja sama dan rangsangan yang didapat
dari musik,seni rupa,sastera dan drama. Penciptaan tari tradisi
sudah ada seiring dengan lajunya sejarah. Masing-masing khazana
tari tersebut mengalami perubahan dan perkembangan. Satu sama lain
dapat terjadi saling silang budaya atau saling mempengaruhi.( Sumaryono Endo Suanda, Tari Tontonan, 2006)
Di sangihe, tarian merupakan bagian dari kehidupan masyarakat,
apakah itu untuk keperluan ritual ataupun pertunjukan. Dalam
mengekspresikan tari, musik menjadi bagian didalamnya. Setiap
bentuk tari mengalami perubahan dari waktu ke waktu berdasarkan
perkembangannya.
Terdapat beberapa tari-tarian asli sangihe yang masih ada dan
sedang dikembangkan yaitu, tari gunde,tari sese madunde,tari
alabadiri,tari dangsang sahabe,tari bengko,tari salo,tari upase,tari
tambor dan tarian ampa wayer.
Substansi (isi) dasar tari, adalah gerak tubuh, karena itu tari
adalah perwujudan ekspresi secara personal. Tari lahir dari suatu
sistim kebudayaan yang berlaku didaerah masing-masing merupakan
bentuk komunikasi antar manusia yang lahir dari tatanan kehidupan. ( I wayan dibia,cs.Tari komunal,2006 ).
Tari dipertunjukan pada berbagai peristiwa, seperti yang berkaitan
dengan upacara (ritual) dan pesta untuk merayakan kejadian-kejadian
penting.Tari telah berperan penting dalam sistim sosial sejak
zaman pra sejarah (Sumaryono, Endo Suanda,Tari tontonan, 2006)
- MUSIK DAN TARI LIDE.
Penelitian tentang musik ini telah dilakukan oleh banyak ahli dan
pemerhati lokal dan beberapa pakar etnomusikolog dari Indonesia
maupun luar negeri. Mengolį adalah suatu kegiatan memainkan alat musik yang dinamakan musik lide.
Latar belakang permainan musik ini adalah sebagai media penghubung
manusia dan sang penguasa alam. Disamping memainkan musik
,terdapat satu orang perempuan yang menyanyi dengan isi syair
pantun (dalam bahasa sangihe disebut papantung, medenden).
Musik lide terdiri dari sekumpulan alat musik tradisional Sangihe
yang dimainkan secara bersama oleh penganut kepercayaan sundeng.
Musik ini sudah ada bersamaan waktunya dengan kerajaan
mula-mula di kepulauan sangihe tahun 1500 – an. Kesenian ini lahir
sabagai bagian dari ritual mêsundeng.
- Jenis alat musik lide
Musik lide terdiri dari beberapa jenis alat musik yang pada musik
melodis memiliki unsur 5 buah nada yaitu : do,re,mi,fa,sol.
-
Alat musik melodis atau alat yang mengantar melodi pada lagu.
- Arababu dan alat penggesek.
- Bansi, alat musik melodis
-
Alat musik ritmik.
- Sasesaheng
- Salude
- Oli
- Jenis lagu pada musik lide.
Musik lide terdiri dari 8 jenis irama lagu purba. Jenis irama
lagu purba yang masih ada dari antara 8 lagu purba adalah :
1. Lagung lide
2. Lagung laogho u lendu
3. Lagung elehu ake
4. Lagung sangi u wuala
Lagu yang sudah punah diantaranya adalah Ondolu Wango.
Hal ini disampaikan oleh nara sumber, pemain dan pembuat alat dikampung Manumpitaeng bernama Umbure Kalenggihang. Menurut bapak Malomboris (pemerhati music lide dari kampung Manumpitaeng) lagu
yg sudah dinyatakan punah masih dapat dimainkan oleh Bapak
Umbure tetapi belum saatnya diajarkan. Hal ini mungkin
berhubungan dengan sitem pewarisan pada Agama Sundeng. Menurut
bapak Malomboris, pemerhati budaya lide dari Manumpitaeng mengatakan
bahwa selain lagu, terdapat juga tari pada ritual sundeng yang
sudah dinyatakan punah, tari tersebut bernama Tari lide.
Jenis irama lagu, pengembangan dari lagu purba diantaranya adalah :
1. Lagung bowong buas
2. Lagung balang
3. Lagung sahola
Setiap jenis lagu memiliki latar belakang penciptaan yang
berbeda. Yang unik dari irama musik lide yaitu : irama musik
lide sudah diturunkan secara turun-temurun tanpa perubahan secara
signifikan. Perbedaan musik lide hanya terdapat pada tempat dimana
musikc itu dikembangkan. Irama lagu musik lide di daerah sekitar
Pulau Mahumu hanya menggunakan 3 irama lagu sementara didaerah
lain menggunakan 4 irama lagu. Musik lide merupakan paduan dari
beberapa jenis alat musik seperti : Oli, Bansi, Arababu, salude dan Sasesaheng
yang dimainkan secara bersamaan menjadi sebuah ansambel.
Permainan music ini sering juga di padukan dengan vocal /
suara manusia. Syair lagu yang dinyanyikan kebanyakan bertema
permintaan yang memiluhkan, hasil dari penderitaan yang
berkepanjangan. Pada perkembangan salanjutnya Musik lide mulai
dipadukan dengan gong atau dalam bahasa sangihe disebut Nanaungang. Kegunaan gong adalah pengendali tempo lagu.
- Filosofi dan pemaknaan lagu purba pada music lide.
Dari keempat jenis lagu yang ada, pada dasarnya mempunyai
nuansa kepedihan. Lagu lide merupakan lagu inti atau lagu pembuka
yang dapat menyertai penyembahan agar cepat sampai kepada sang
penguasa alam dalam bentuk permohonan.Lagu Elehu ake :
mengetengahkan tentang bentuk permintaan dan permohonan seperti
air yang mengalir.Lagu Sangi U Wuala : arti sangi u wuala
adalah Tangisan Buaya. Dimasa lalu masyarakat sangihe meyakini
adanya Upung (leluhur) Manusia dan Upung (leluhur) Buaya. Upung buaya
berjalan dengan dua kaki menggunakan ikat kepala merah. Upung
buaya ini memiliki kekuatan yang sangat sakti sehingga apa
yang dia minta harus diberikan. Jika permintaannya tidak dipenuhi
maka akan ada korban yang ditelan. Lagu sangi u wuala berkisah
tentang ancaman terhadap kehidupan manusia yang digambarkan
sebagai rupa Buaya. Ancaman tersebut telah membawah umat pada
kesedihan yang berkepanjangan.Lagu Laogho u lendu,lagu lendu
diambil dari nama salah satu jenis burung yang hidup di
sangihe. Burung ini adalah satu-satunya burung dalam kehidupan
budaya sangihe yang dianggap sebagai perpanjangan tugas penguasa
alam. Tugas burung lendu yang paling utama adalah ating tanda
tentang kematian kerabat terdekat. Selain lendu ada juga kaliyaow yang meberi tanda akan kehadiran kerabat dekat dari tempat jauh.
- Salah satu bentuk lagu pada musik lide
- Tarian yang diiringi musik lide.
Tari lide sebagai bagian dari ritual mêsundeng. Merupakan tarian purba yang sudah punah. Tari ini dilakukan dalam tahapan menalê, (menalê adalah memberi makan, wawancara : G. Makamea,2008) dilakukan untuk mengantar roh perempuan muda yang dikorbankan kepada sang pencipta).
Tari lide ditarikan oleh perempuan, penari mengelilingi korban
dalam kelompok tari, dan menari sesuai gerakan masing-masing yang
imajinatif dan spontan. Gerakan dasar tari, tangan di goyang dan
kaki disentak-sentakan ketanah sambil mengelilingi korban. Dasar
dari tari lide adalah tari tunggal yang ditarikan bersama.Dilihat
dari unsur tari maka tarian ini dikelompokan sebagai tari komunal.
Tari komunal adalah suatu peristiwa pertunjukan tari yang
melibatkan masyarakat besar. Tari komunal mengandung prinsip semangat
kebersamaan,rasa persaudaraan atau solidaritas terhadap kepentingan
bersama.
Lambat laun konsep kebudayaan semakin mengalami perubahan. Setelah
masuknya agama Islam dan agama Kristen di kepl. Sangihe maka pengorbanan manusia diganti dengan binantang berupa babi.
Seekor babi dengan persyaratan yaitu babi tambun besar berwarna
hitam keseluruhan dari unjung kepala sampai ujung
kuku.Pengorbanan binantang kemudian diganti lagi dengan Sajen
berupa ketupat jenis bebatung kambing, salah satu jenis ketupat dari 16 jenis ketupat sangihe.(wawancara : Makamea 2006) Ketupat kemudian diganti lagi dengan nasi kuning yang disajikan diatas piring besar yang disebut dulang. Populasi pelaku musik lide asli dan medenden tinggal satu orang.
- KESENIAN MÄ"BAWALASÄ"
Mĕtaggongong identik dengan mĕbawalasĕ sambo.
Alat musik yang digunakan dalam permainan musik “mÄ•tagonggong” adalah gendang.
Dimasa lalu, permainan musik tagonggong dijadikan sebagai pengiring kegiatan “me’sambo” atau mÄ•bawalasÄ• sambo,
tari gunde dan upacara adat. Pengaruh kebudayaan import dan saling
berpengaruhnya budaya sendiri menjadi bagian dari perjalanan panjang
budaya mebawalase kantari.
Dari cerita lisan dan beberapa folklore sangihe tentang
Makaampo, memberikan gambaran kemahiran leluhur orang sangihe
dalam berpuisi dan berpantun. Berpantun adalah bagian umum dari
budaya nusantara yaitu mengucapkan syair – syair dalam bentuk
percakapan yang memiliki arti dan harus dibalas sesuai
permintaan syair sebelumnya. Pantun dilakukan secara
berbalas-balasan antar dua orang atau dua kelompok.
Pantun,mantera,tinggung-tinggung adalah sastera lisan tertua di
sangihe yang diajarkan secara turun temurun. Mantera mengalami
perubahan isi sejak masuknya Islam dikepulauan sangihe. Pantun
tidak mengalami perubahan isi melainkan mengalami perubahan cara
penyajian. Tinggung-tinggung atau teka-teki pertama kali mendapat
respons masyarakat di Istana kerajaan tabukan. Dikemudian hari
kegiatan berbalas syair muncul dalam bentuk berbeda yaitu
disajikan dengan iringan musik tagonggong. Syair lalu dilantukan
“bernada” penthatonik dan dibalas oleh orang lain. Sambil
melantunkan sambo setiap orang harus memukul tagonggong sesuai
irama yang diinginkan.
Ada tiga unsur penting dalam mĕbawalasĕ sambo yaitu :
mĕtagonggong, mĕsambo,mĕbawalasĕ. Inti dari kesenian ini adalah mĕbawalasĕ.
Setiap lawan sambo harus mampu menjawab atau membalas syair yang
disambokan. Kalau tidak maka akan dianggap kalah. Berdasarkan
cerita dari kampung dagho, kalamadagho dan pananaru bahwa pulau sambo yang
ada di pantai kalamadago terlempar akibat permainan tagonggong
dan sasambo seorang yang sakti. Sampai saat ini, pulau
tersebut dinamakan pulau sambo. Dimasa lalu, setiap
sambo yang dilantunkan memiliki kekuatan magic yang dapat
membunuh orang.Bentuk lagu sambo terdiri dari : lagung balang,lagung sonda, lagung sasahola,lagung duruhang, dan lagung bawine.
Setelah masuknya bangsa eropa, kesenian mĕbawalasĕ melahirkan bentuk baru yaitu saling berbalas lagu atau mĕbawalasĕ kantari. Lagu-lagu yang dinyanyikan mendapat sentuhan diatonis eropa yaitu nada do,re,mi,fa,sol,la,si.
Pada awalnya, kesenian mĕbawalasĕ kantari dilaksanakan pada kumpulan keramaian sebagai pertunjukan rakyat dalam acara-acara hayatan, pernikahan dan kematian.
Proses mĕbawalasĕ kantari mula-mula adalah seseorang berdiri sambil
menyanyi lalu diikuti oleh peserta yang hadir sambil menunjuk satu
demi satu orang yang hadir ketika lagu berhenti, dengan
sendirinya orang yang tertunjuk bersamaan dengan akhir lagu harus
berdiri menggantikan orang yang sedang berdiri. Kesenian ini
kemudian disebut “tunjuk”.
Kesenian mĕbawalasĕ kantari menemui persimpangan sejak masuknya
injil di tanah sangihe. Pada saat itu lahir bentuk paduan suara
gereja yang disebut Zangvereeninging yang diambil dari kata
dasar zang (bahasa belanda) yang berarti nyanyian. Di manganitu
kelompok paduan suara ini berkembang sejak akhir tahun 1800
dengan sebutan sampregening. Diawal tahun 1900 Nn. C.W.S. Steller menawarkan diri menjadi pelatih sampregening jemaat kristen Paghulu.
Lambat laun kesenian eropa ini terinkulturasi dengan kesenian “tunjuk”. Kemudian muncul kesenian masamper yang merupakan persilangan antara paduan suara gereja dan kesenian tradisional. Pengistilahan sampri sebagai paduan suara masih digunakan sampai tahun 1960-an. Bersamaan dengan itu sudah muncul istilah samperÄ› yang menggantikan istilah tunjuk pada kegiatan mebawalasÄ› kantari.
Kesenian tradisional adalah seni budaya yang sudah sejak lama
temurun,telah hidup dan berkembang pada suatu daerah tertentu ( Okka
A.Yati dalam M.M.Bawelle, Pengaruh Partisipasi Sponsor terhadap
pengembangan seni masamper di kecamatan malalayang kotamadya manado,
Skripsi,1998)
Masamper mula-mula berasal dari bahasa belanda Zang sfeer
yang artinya menyanyi bersama dalam suasana tertentu. Masyarakat
sangihe menyebutnya Samper dan mendapat pengaruh imbuhan “me”
menjadi mesamper. ( Taman Budaya, Rumusan hasil
sarasehan masamper, 15 0ktober 1992 dalam M.M.Bawelle, Pengaruh
Partisipasi Sponsor terhadap pengembangan seni masamper di kecamatan
malalayang kotamadya manado, Skripsi,1998)
Unsur utama Masamper adalah : unsur musik vokal,unsur gerak,unsur
mebawalase atau berbalas-balasan. Menggunakan nada diatonik dan
dinyanyikan seperti paduan suara / koor. ( M.M.Bawelle, Pengaruh
Partisipasi Sponsor terhadap pengembangan seni masamper di kecamatan
malalayang kotamadya manado, Skripsi,1998)
Di Indonesia hanya ada dua bentuk paduan suara tradisional yaitu
paduan suara tradisional batak dan masamper dari sangihe. Masamper
terbentuk dari beberapa babakan berdasarkan jenis lagu yang
dinyanyikan.
- Lagu pertemuan atau perjumpaan.
Pada jenis lagu ini hanya dapat dinyanyikan lagu yang bertemakan
perjumpaan dalam suatu acara hayatan seperti perkawinan dan
kematian. Jenis lagu ini mengalami perubahan dengan tema lagu
perjumpaan secara umum.
- Lagu rohani / pujian
Pada jenis lagu ini hanya dapat dinyanyikan lagu yang bertemakan
rohani. Termasuk aktifitas religius agama sangihe maupun agam
kristen.
- Lagu-lagu bertemakan kepahlawanan
Pada jenis lagu ini hanya dapat dinyanyikan lagu yang
bertemakan kepahlawanan pahlawan sangihe. Tetapi kemudian seiring
dengan perkembangan muncul tema kepahlawanan nasional.
- Lagu-lagu bertema sastera sangihe.
Pada jenis ini hanya dapat dinyanyikan lagu yang bermakna dan
bernilai sastera tinggi, tidak boleh menggunakan kosa kata bahasa
sangihe sehari-hari.
- Lagu percintaan
Pada jenis lagu ini mengambil tema cinta dan kasih sayang orang
tua kepada anak, anak kepada orang tua, kepada sesama,kepada teman dan
sahabat, kepada orang dewasa yang akan dan saling bercinta (pacaran),
problema cinta muda-mudi,problem rumah tangga.
- Lagu perpisahan
Babakan ini adalah babakan yang paling terakhir dimana acara
mêsamperê sudah selesai.Berakhirnya mêsamperê ditandai dengan tidak
ada lagi kelompok yang mampu membalas lagu terakhir.
Dimasa lalu kegiatan mêsamperê dapat diselenggarakan selama 24
sampai 48 jam. Hal ini bisa terjadi apabila kelompok yang ikut
dalam mêsamperê memiliki banyak perbendaharaan lagu. Hal yang
menarik dimasa lalu, karena kehabisan lagu seorang pangataseng
(pemimpin mêsamperê) dapat menciptakan lagu pada saat kegiatan
mêsamperê sementara berlangsung.
Meskipun lagu – lagu masamper banyak menggunakan lagu – lagu tahlil
dan mazmur, tetapi ditahun 1800, budaya masamper adalah budaya
umum sangihe. Hal ini terbukti dengan banyaknya kaum muslim yang
ikut dalam kegiatan “tunjuk”. Mereka mengetahui banyak lagu-lagu
kristen. (penjelasan bpk. Luqman Makapuas dan beberapa tua kampung di Tabukan Utara) Sejak munculnya sampregening maka kebudayaan masamper lebih identik dengan kristen.
Tahun 1980-an, masamper mulai dilombakan dalam berbagai kegiatan.
Menjelang tahun 1990-an nilai-nilai asli masamper berubah dengan
munculnya grup-grup masamper modern yang tujuannya mengarah kepada
kegiatan komersial.. Nilai positif dari munculnya grup masamper
komersial adalah semakin meluasnya pengenalan akan budaya sangihe
ke seluruh Indonesia.
Selain beberapa seni musik yang sudah dijelaskan, Masayarakat
sangihe juga mengenal beberapa permainan musik lain seperti: musik
tunta, musik bambu melulu, musik puhe dan music orkes. Musik orkes
adalah satu bentuk ansambel music yang diwariskan sejak masa
Spanyol.
- TARIAN SANGIHE
Masyarakat sangihe telah mengenal tari sejak zaman pra sejarah.
Dimulai dengan lahirnya tari lide dalam upacara sundeng. Tari
lide kemudian berubah karakternya menjadi mêsalai
(salai dalam bahasa sangihe artinya menari). Konseptual tari
sangihe pada awalnya dilakukan dalam upacara sundeng yang
merupakan bagian dari keutuhan teatrical upacara dimana
terdapat berbagai macam kesenian yang ditampilkan dan setiap orang
melakukannya berdasar peran masing-masing. Mêsalai
memasuki bentuk baru yaitu : pementasan secara spontan dalam
acara-acara keramaian. Mêsalai yang berakar dari tari lide
ditarikan oleh sekelompok orang dengan peran tunggal disertai gerakan
dan ekspresi spontan, tanpa dibentuk sebelumnya. Konsep utama tari
ini adalah gerakan bebas dilakukan oleh laki-laki dan perempuan.
Tari ini mengalami perubahan-perubahan sampai muncul tarian
Gunde.
Berdasarkan fungsi dan perannya dalam kehidupan sosial, tari -
tarian sangihe dikelompokan dalam dua bagian yaitu ; Tarian Istana
dan Tarian Rakyat.
- Tarian Istana
- Tari Gunde
Pada awalnya tarian gunde ditarikan secara perorangan
dikampung-kampung oleh para wanita yang masih perawan pada
upacara perkawinan yang menggambarkan kesucian seorang wanita
sangihe. Gunde dalam bahasa sangihe berarti lambat. ( A. Takaonselang-Manganitu,wawancara. 2006).
Pada suatu masa masuklah kesenian ini menjadi bagian dari
kesenian Istana dikerajaan Manganitu. Penari dipilih dari
penari-penari terbaik di tiap kampung. Gerak dasar tari gunde
teradaptasi dari tari lide. Mulanya tarian ini dipentaskan
sebagai tarian hiburan untuk raja, kemudian berubah fungsinya
menjadi tarian penjemput tamu penting kerajaan yang dilakukan di
depan istana. Seiring perkembangan waktu, ada beberapa penari gunde
istana lalu menjadi selir raja. Persebaran penari gunde meliputi
semua wilayah kerajaan Manganitu.
- Tari Rangsang Sahabe dan Tari Alabadiri.
Tari ransa / rangsang sahabe atau dangsang sahabe
adalah tari yang tercipta dari sebuah sayembara. Tarian ini lahir
dari lingkungan istana kerajaan tabukan tahun 1700.Pada saat itu
terjadi kefakuman jabatan raja setelah Raja Don Fransiskus Yuda – I mengakhiri jabatannya.
Untuk mengisi kekosongan jabatan maka di persiapkanlah satu lomba
khusus kepada dua orang calon pengganti raja. Dua orang
tersebut adalah Dalero dan Pandialang. Lomba yang disiapkan adalah lomba dayung (dorehe) . Jalur yang ditempuh mulai dari Salimahe sampai ke Punge ( pulau beng laut).
Kompetisi itu terjadi kira-kira tahun 1720 dan dimenangkan oleh
Dalero dengan kecurangan. Dari kemenangan itu dalero berhak
menduduki tahta kerajaan. Nama lain dari dalero adalah Markus
Jakobus Dalero. Untuk memperingati kemenangan tersebut, dalero
menciptakan tari yang dinamakan tari Alabadiri. Pandialang hanya
menduduki jabatan Jogugu di Sahabe. Pandialang yang kecewa, lalu
menciptakan satu tarian tandingan yang disebut Rangsang Sahabe.
Secara umum tari alabadiri dan ransang sahabe memiliki kesamaan.
Tari alabadiri, dapat dikelompokam sebagai bentuk tarian
teatrikal. Penari membawakan peran dari sebuah cerita dalam bentuk
gerak tari. Tari alabadiri terbentuk dari 10 tahapan dengan konsep
tari dan cerita yang berbeda. Tari alabadiri menggunakan beberapa
properti pendukung tari seperti ;
kulubalang,kaliau,tokoting,sinsing,sondang. Tarian ini khusu dimainkan
oleh laki-laki diiringi “tambor” (bukan tagonggong) dan dipimpin oleh
seorang pangataseng dan dua kapita.
Tahapan tari alabadiri adalah :
- Penghormatan kepada penonton (pembukaan)
- Gerakan dengan alat kulubalang (tongkat berhias)
- Gerakan dengan alat tokoting (cambuk dari rotan)
- Gerakan dengan alat sinsing (cincin)
- Gerakan dengan alat sondang ( pisau kecil)
- Gerakan mesalai (menari-nari)
- Gerakan memainkan kaliau (perisai) ke telinga
- Gerakan memainkan kaliau (perisai) ke lutut
- Gerakan mangaemba (terbang seperti burung)
- Penghormatan kepada penonton (penutup)
Filosofi utama tarian ini bermakna “tunduk dan patuh pada penguasa.
Tari Upase, adalah tarian yang menggambarkan kesiapan pengawalan raja dalam setiap peperangan. Tarian ini disebut juga Opase.
Tari Běngko, adalah tari yang diadaptasi dari peran
prajurit kerajaan Tabukan dalam mengawal raja. Tari ini
menggambarkan kesiapan pasukan perang dalam menghadapi musuh.
Dalam bahasa sangihe, bengko berarti tombak.
Tari Kabasaran Tambor. Tarian ini menggambarkan semangat
perang, yang disampaikan melalui pukulan-pukulan tambor. Diperkirakan
bentuk kesenian ini teradaptasi dari kesenian eropa. Tarian ini
sudah punah dan tidak pernah lagi dimainkan.
- Tarian rakyat
- Tari Salo
Salo berarti mengamuk. Tari salo adalah bentuk tarian purba
yang dilakukan dalam upacara sundeng sampai masuknya bangsa eropa
di Sangihe. Prosesi salo dilakukan dengan cara mengelilingi korban
persembahan berupa babi. Diiringi bunyi-bunyian musik etnik sangihe
sambil menikam babi yang tergantung di pohon. Tari salo lahir
sebagai ekspresi perang antara kebaikan dan kejahatan dalam
kepercayaan sundeng (G, Makamea,dan masyarakat disekitar tempat upacara, wawancara, 2006)
Tari salo yang dulunya bagian dari kegiatan ritual adat kemudian
menjadi bagian dari tari pertunjukan rakyat. Biasanya tari ini
diperagakan saat ada kunjungan tamu terhormat atau dalam acara
tuludÄ›. Selain salo terdapat juga tari upase,tari bengko,tari
alabadiri dan dangsang sahabe yang menggambarkan semangat, dalam
bentuk tari theater. Tari salo adalah tarian rakyat sedangkan tari
upase,tari bengko,tari alabadiri dan dangsang sahabe adalah tarian
istana
- Tari Ampa wayer
Di era tahun 1940 – an, lahir sebuah kesenian rakyat baru,yang disebut “ampa wayer”.
Kesenian ini adalah kesenian rakyat yang muncul dari kepulauan
Siau. Kesenian ini merupakan adaptasi dan perpaduan dari kesenian
eropa dengan kesenian setempat. Tarian ini sudah berkembang sejak
masa penguasaan spanyol di kerajaan Siau dan menemukan identitasnya menjelang berakhirnya perang dunia ke - II. Ampa wayer adalah gerak tari kelompok yang dipimpin oleh seorang kapel.
Gerakan tari terbentuk berdasarkan irama musik pengiring . Pada
dasarnya, inti dari kesenian ini adalah tarian muda-mudi yang
ditarikan secara spontan dalam kumpulan keramaian sebagai bentuk
ekspresi kebebasan dan kemerdekaan.
- Tari Mědunde.
Tari ini berkisah tentang latar belakang lahirnya pulau siau.
Sepintas, cerita dalam tari ini mirip dengan kisah Tumatenden
dari Minahasa Utara dan kisah Joko Tarub dari jawa. Cerita dalam
tari ini mengisahkan perjodohan antara seorang laki-laki bernama Mědunde
dengan seorang bidadari dari khayangan. Awal kisah, medunde
seorang yang pintar berpuisi suatu ketika memasuki hutan untuk
mencari burung. Tetapi dia justru bertemu dengan seorang bidadari
yang sedang mandi bersama 9 orang saudaranya.Salah satu dari
bidadari itu yang kemudian menjadi isterinya. Dari pernikahan
itu lahir dua orang anak bernama pahawon sulugě dan kanawoeng (kanawoeng bergelar pahawontoka). Siau diambil dari kata sio (sembilan) dari kisah sembilan bidadari dan Mědunde (buku toponimi,............sudin kebudayaan dinas diknas, 2006)
- Tari Kakalumpang
Tari ini berkembang sejak masa kekuasaan VOC di sangihe yang
dipadukan dengan aktifitas masyarakat. Latar belakang ceritanya
adalah : Ternate sebagai perpanjangan tangan VOC mengklaim kekuasan
atas sangihe, sehingga rakyat sangihe harus memberikan upeti
kepada kesultanan ternate.
Upeti yang diberikan berupa minyak kelapa. Dari kegiatan mencukur kelapa inilah lahir kesenian Měkakalumpang. Tari kakalumpang juga mendapat sentuhan maluku dengan tari gaba-gaba.
Masih banyak kesenian sangihe yang tidak dapat dikembangkan seperti : Seni mebowo dan seni meganding.Seni mebowo, adalah bentuk seni yang dilakukan dalam bentuk nyanyi untuk menidurkan bayi dalam ayunan.
Pengungkapan lagu hanya dengan syair yang bermakna
puitis.
Selain beberapa kesenian yang sudah dipaparkan sebelumnya,juga terdapat kesenian Islam asli sangihe yaitu : Hadrah mangut, Samrah dan Turunan.
Semua jenis kesenian Islam sangihe, pada awalnya lahir dan
berkembang di Tabukan kemudian menyebar ke seluruh daerah yang
berpenduduk muslim.
SENI RUPA SANGIHE
Seni rupa adalah ungkapan gagasan atau perasaan yang estetis dan
bermakna yang diwujudkan melalui media, titik, garis, bidang, bentuk,
warna, tekstur, dan gelap terang yang ditata dengan prinsip-prinsip
tertentu. Ekspresi karya sani rupa disangihe sudah dilakukan dari
saman pra sejarah seperti lukisan didinding goa, gerabah dll.
Penciptaan karya seni rupa di dominasi oleh karya seni pakai dalam
bentuk kerajinan. Yang termasuk karya seni rupa sangihe
diantaranya : Pembuatan tekstil termasuk didalamnya busana atau
pakaian orang sangihe,kerajianan anyam,arsitektur bangunan, ragam
hias,pembuatan perahu. Semua aspek penciptaan karya seni rupa
sangihe didasari oleh aktifitas tradisi.
- Ragam Hias sangihe
Sejak masa prasejarah, suku sangihe sudah mengenal dan menggunakan ragam hias.
Ragam hias tertua ditemukan pada gerabah atau perlengkapan dapur
manusia purba yang oleh para ahli diperkirakan berumur 5000
tahun.
Dibawah ini adalah ragam hias yang dimodifikasi dari ornamen dengan teknik cukil dan tekan (membutsir) pada gerabah.
Persebaran gerabah terbanyak dengan motif seperti ini di temukan
di Talaud,juga di temukan dibeberapa gua karang di sangihe.
Ragam hias ini di kelompokan dalam tipe Raramenusa.
Selain ragam hias tipe raramenusa terdapat juga ragam hias
lain berdasarkan desain dari K.G.F Steller. Ragam hias sangihe
digunakan untuk berbagai macam kerajinan seperti pada pembuatan
tikar (sapie/tepihê), kain pembatas ruangan ,kain alas tempat
tidur,ukiran kawila (tempat sirih).
- Tekstil
Kerajinan yang berhubungan dengan tekstil di kepulauan sangihe
sudah diproduksi sejak lama, seperti pembuatan kain,tirai
pembatas ruangan,alas meja, kain untuk alas tempat tidur dan
pakaian.
- Tenun kain
Tenunan masuk kewilayah Nusantara bersamaan dengan masuknya
bangsa-bangsa yang sudah mengenal perunggu dan besi.Mereka
memperkenalkan alat tenun sederhana yang diikatkan pada tubuh
dengan nama Gedogan.Tenunan ini menggunakan susunan
benang lungsi yang berkesinambungan. Jenis - jenis serat yang
ditemukan di Indonesia sebagai bahan dasar tenun adalah : serat
rami, lontar,raffia,abaca dan serat nenas.
Di Sangihe, benang tenun terbuat dari serat Abaca (musa textilis atau musa mindanesis ) sejenis pisang pisangan dalam bahasa sangihe disebut koffo atau hote. Tanaman hote ini dikenal juga dengan nama Manila Hemp. (Cut Kamaril Wardhani,Ratna Panggabean,Tekstil,2005).
Motif - motif hiasan tenun di Indonesia mendapat pengaruh dari
china, india dan arab. Selain sebagai busana, kain digunakan dalam
berbagai aktifitas kehidupan manusia seperti upacara keagamaan dan
mas kawin. (Ensiklopedi Indonesia)
Suku sangihe mengenal beberapa teknik pewarnaan kain
menggunakan bahan alam sekitar. Warna merah, ungu, kecoklatan
menggunakan kulit batang bakau ( Mangrove) dan Seha atau mengkudu ( Morinda citrifoia)
Tanaman bakau dan mengkudu tersebar di seluruh desa di pulau
sangihe besar.Warna merah dari kesumba. Dari bukti kain yang
ditemukan melalui efek warna yang tersisa dari kain – kain tua
tidak ditemukan teknik pewarnaan menggunakan warna kuning. Warna-warna yang nampak pada kahiwu tua adalah merah,ungu,kecoklatan, coklat muda yaitu warna asli hote.
Aktifitas tenun sangihe mengalami kemunduran mulai dari tahun 1889.
Pada saat itu pohon – pohon pisang abaca dipotong atas perintah
pemerintahan colonial belanda dan diganti dengan kapas, tebu dan
tembakau. Kerajiann tenun bertahan sampai tahun 1994 dengan
dikirimnya seorang pengrajin asal kampung Lenganeng ke Jakarta.
Meskipun demikian, sampai saat ini disetiap desa masih memiliki
satu sampai tiga orang yang boleh menenun kain koffo. Alat -
alat tenun masa lalu masih dimiliki oleh pengrajin dibeberapa
desa seperti, Manumpitaeng, Lenganeng Batunderang.
Tahun 1898, kerajaan Tabukan mengirim kain koffo di Manado atas
pesanan para orang kaya.Tahun 1924 kerajaan Tabukan mengadakan
pameran kain koffo di Pekalongan dan mendapatkan penghargaan Erediploma. Tahun 1926 raja Tabukan berpameran di Manado mendapatkan penghargaan tembaga. Ditahun yang sama kain koffo di pamerkan di Jogyakarta.
Selain memproduksi kain tenun (kahiwu), suku sangihe juga mampu membuat busana atau pakaian. Secara umum pakaian laki-laki disebut balí’, pakaian perempuan disebut laku tepu, kemeja disebut ( baniang ). Alat yang digunakan untuk menenun kain disebut Kahiwuang.
Dalam kehidupan sehari hari suku sangihe dimasa lalu, pakaian
dapat menenunjukan perbedaan status social. Ada pakaian yang
digunakan di kalangan istana dan para bangsawan dan ada juga
yang digunakan oleh masyarakat biasa. Secara umum model pakaian
bangsawan dan pakaian rakyat biasa tidak jauh berbeda. Yang
membedakan adalah teknik pewarnaan dan atribut atau asesoris yang
digunakan. Sejak masuknya bangsa eropa di kepulauan sangihe,
pakaian dan asesoris mengalami perubahan model dan fungsi dalam
kehidupan bermasyarakat.
- Pakaian wanita “ Laku tepu“
|
- Model Konde
Konde dalam bahasa sangihe disebut boto. Model Konde yang digunakan oleh perempuan sangihe pada umunya berbentuk boto pusige.
Bentuk konde terdiri dari dua macam yaitu : konde untuk
ampuang di rangkai tepat di ubun-ubun dan konde umum berada dipusar
kepala.
- Pakaian laki-laki baniang (kemeja) dan laku bali
- Model poporong
Dalam bahasa sangihe, penutup kepala adalah poporong.Penutup
kepala telah memberikan batas pada kedudukan orang sangihe dalam
pergaulan sehari-hari, karena status social dan kedudukan orang
sangihe tergambar pada penggunaan dan bentuk poporong.
- Kerajinan tangan (handycraft)
Kerajinan rakyat yang mendominasi pekerjaan rumah tangga masa
lalu adalah pembuatan anyaman. Anyaman sangihe memiliki cirri khas
khusus dibandingkan dengan daerah lain di Sulawesi utara. Tidak
diketahui kapan orang sangihe mulai menganyam. Anyaman sudah
menjadi bagian sehari-hari dalam kehidupan orang sangihe.
Kebanyakan dari hasil kerajinan anyam dibuat untuk benda pakai,
seperti tikar, bika,tempat buah,keranjang,perangkap ikan dan lain-lain.
Selain anyaman, orang sangihe juga memproduksi gerabah atau tembikar
(dari bahan tanah) dan alat-alat yang dibuat oleh pandai besi.
Aktifitas pekerjaan pandai besi sudah dilakukan sejak masa Makaampo.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa produksi pandai besi dimulai
abad ke 15. Alat yang dihasilkan oleh pandai besi tujuannya
sebagai benda pakai yang digunakan di rumah,perkebunan maupun untuk
berperang. Orang yang ahli dalam menempah besi disebut “kipung”.
Masyarakat sangihe juga mengenal seni teatrikal. Kesenian ini berkembang di daerah kuma yang dinamakan Gagaweang. Kesenian ini ditampilkan setahun sekali setiap akhir tahun. Teknik pergelarannya dalam bentuk parade keliling kampung
dengan pakaian dan atribut kerajaan. Komposisi barisan
berdasarkan peran sebagai berikut : Barisan terdepan adalah Raja
yang diikuti oleh bawahannya mulai dari Bobato,Jogugu,Kapiten
laut,Mayore,Hukum Mayore,Sadaha, Kapita,Kumelaha,Sawehi (dukun),Mihinu (
Tukang palakat). Setelah selesai berkeliling kampung para
peserta makan bersama di rumah tua adat atau kapitalaung,
sebelum makanan ini dimakan bersama, harus dicicipi oleh orang
yang berperan sebagai sadaha. Dengan maksud mengetahui apakah
makanan tersebut beracun atau tidak.
( Informasi, Bpk. Derek Lahunduitan,Kuma – November 2009)
ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI
Orang sangihe adalah satu-satunya suku pelaut di utara Indonesia.
Nenek moyang orang sangihe sudah mengarungi lautan luas ke timur
sampai ke halmahera dan papua, keselatan sampai ke pulau jawa dan
sampai ke luar nusantara yaitu ke china.
“ Yang pasti, pulau-pulau ini sudah sejak penemuan Ferdinand
Magelhaes dalam tahun 1512, telah berhubungan dengan dunia barat
,juga oleh penangkap ikan paus dari amerika.Orang china dan
orang arab sudah sejak dahulu mulai berdagang dengan penduduk dan
kawin dengan wanita pribumi. Sebagai pelaut yang berani penduduk
pulau ini sejak berabad – abad lalu merantau dengan perahu-perahu
mereka ke berbagai bagian kepulauan hindia. Pieter Alstein dan
David Haak dalam laporan kunjungannya ke Talaud menulis bahwa
penduduk dengan perahu-perahu sendiri berlayar ke
Batavia,Malaka,manila dan Siam. (D.Brillman,Zending dikepulauan sangi,
dan talaud.terjemahan GMIST)
- Perahu sangihe
Kemampuan membuat atau merancang berbagai perahu sudah dimiliki
sejak nenek moyang. Kemampuan ini tidak dimiliki oleh suku
lain di Sulawesi utara. Bahkan sampai saat ini, beberapa kapal
yang digunakan sebagai angkutan laut pada jalur pelayaran
philiphin,talaud,manado,bitung, halmahera diproduksi oleh orang
sangihe yang bukan ahli perkapalan secara akademisi.
Perahu merupakan sarana vital yang menghubungkan beberapa pulau
di kepulauan sangihe. Tanpa perahu, perekonomian sangihe akan
menjadi pincang. Setiap kampong pesisir memiliki ahli membuat
prahu. Kegiatan ini sudah menjadi bagian dari adat sangihe. Dari
budaya membuat perahu kemudian muncul ritual tua menondo sakaeng atau menurunkan perahu.
Perahu sangihe sudah dikenal secara luas sejak masuknya spanyol di
Sangihe. Perahu sangihe sering digunakan sebagai armada perang
diantaranya sebagai armada perang laut antara portugis dan voc
di tondano. Perahu tertua sangihe adalah bininta atau tumbilung, kemudian muncul perahu kora-kora,konteng,londe dan bolotu, termasuk diantaranya perahu untuk lomba dayung.
Penggunaan perahu dalam aktifitas sehari hari berbeda fungsinya.
Perahu sangihe digunakan untuk manangkap ikan,berlayar antar pulau
dekat,antar pulau yang jauh,armada perang,sebagai tumpangan
raja,sebagai perahu raja,perahu pengawal raja,perahu tempur,perahu
tambangan (bolotu) perahu ini digunakan apabila perahu kora-kora
tidak bisa merapat kepantai dan perahu lomba. Sealain perahu pakai
terdapat juga miniature perahu yang digunakan dalam upacara
menahulending banua yang disebut lapasi. Perahu tersebut
berguna untuk membawa penyakit dan semua kesialan manusia
didarat dan dibuang bersama dengan miniature perahu kelaut.
Beberapa model perahu berdasarkan desain K.G.F. Steller dalam buku
“ Sangirees– nedherlands woordenboek ” dari model yang sebenarnya
dan di modifikasi untuk disesuaikan oleh Alffian Walukow.
- Perahu Bininta
Grafland dalam buku Minahasa masa lalu dan masa kini
(terjemahan Jost Kulit) menulis bahwa sudah ada perahu sangihe
yang berlabuh di pelabuhan manado tahun 1800 dengan nama perahu
Kora-kora dan tumbilung. Perahu tumbilung sama dengan bininta
tetapi tumbilung menggunakan tiga bahateng.
- Perahu kora – kora, perahu ini adalah perahu kenegaraan raja-raja sangihe.
- Perahu jenis londe dan perkembangannya
- Perahu konteng
Perahu ini adalah perahu yang digunakan raja dalam kunjungannya ke daerah bawahan
Nenek moyang orang sangihe sudah menggunakan teknologi dan
mengenal ilmu pengetahun sejak lama diantaranya, pembuatan
berbagai macam perahu,mengenal sistim perbintangan, peredaran bulan
di langit dan penanggalan kalender. Tidak diketahui sejak kapan
kemampuan akan pengetahuan dan teknologi dimulai tetapi sudah
sejak lama digunakan.
NAMA MATA ANGIN
Mata angin indonesia
|
Nama sangihe
|
Utara | Sawenahe |
Utara timur laut | Laesuiki sawenahe |
Timur laut | Laesuiki |
Timur timur laut | Laesuiki dahi |
Timur | Dahi |
Timur tenggara | Mahaing dahi |
Tenggara | Mahai |
Selatan tenggara | Mahaing timuhe |
Selatan | Timuhe |
Selatan barat daya | Tahanging timuhe |
Barat daya | Tahanging |
Barat, barat daya | Tahanging bahe |
Barat | Bahe |
Barat, barat laut | Poloeng bahe |
Barat laut | Poloeng |
Utara barat laut | Poloeng sawenahe |
NAMA HARI
Nama hari Indonesia
|
Nama Sangihe
|
Senin | Mandake |
Selasa | Salasa |
Rabu | Areba |
Kamis | Hamise |
Jumat | Sambayang |
Sabtu | Kaehe |
Minggu | Misa |
NAMA BULAN KALENDER MASEHI
DALAM BAHASA SANGIHE
Nama bulan Indonesia
|
Nama Sangihe
|
Januari | Hiabe |
Pebruari | Kateluang |
Maret | Pahuru |
April | Kaemba |
Mei | Hampuge |
Juni | Hente |
Juli | Bulawa kadodo |
Agustus | Bulawa geguwa |
September | Bewene |
Oktober | Liwuge |
Nopember | Lurange |
Desember | Lurangu tambaru |
DAFTAR NAMA BULAN DI LANGIT BERDASARKAN HARI
Hari
|
Nama bulan
|
30
|
Tĕkalĕ
|
1
|
Kahumata – PakÄ•sa
|
2
|
Kahumata – karuane
|
3
|
Kahumata - katelune
|
4
|
Sebangu – harese
|
5
|
Batangengu - harese
|
6
|
Likud’u - harese
|
7
|
Sehangu - letu
|
8
|
Batangu – letu
|
9
|
Likud’u - letu
|
10
|
Arang
|
11
|
Sehangu pangumpia
|
12
|
Batangnegu pangumpia
|
13
|
Umpause
|
14
|
Limangu bulang
|
15
|
Teping
|
16
|
Sai pakesa
|
17
|
Sai karuane
|
18
|
Sai katelune
|
19
|
Sehangu harese
|
20
|
Batangengu harese
|
21
|
Likudu harese
|
22
|
Sehangu letu
|
23
|
Batangengu letu
|
24
|
Likud,u letu
|
25
|
Awang
|
26
|
Sehangu pangumpia
|
27
|
Batangengu pangumpia
|
28
|
Umpause
|
29
|
Limangung basa
|
- Rumah Tempat Tinggal
Berdasarkan temuan ahli, tempat tinggal manusia sangihe saman
pra sejarah adalah di goa – goa karang. Dalam legenda, tempat
tinggal manusia sangihe purba adalah di dahan pohon besar dan
di pohon - pohon yang roboh. Seiring perkembangan waktu dan
dikenalnya teknologi, mereka mulai membuat rumah – rumah
sederhana.
Pada awalnya bentuk rumah sangat sederhana. Berdasarkan pemahaman
beberapa budayawan sangihe bahwa rumah orang sangihe adalah pamangkonang. (wawancara. M. Madonsa.2007). Kemudian berkembang menjadi rumah ikat. Dikatakan rumah ikat karena tidak menggunakan paku tetapi diikat dengan rotan.
Rumah suku sangihe tidak memiliki bilik atau kamar. Sejak
masuknya spanyol di kepulauan sangihe, orang sangihe sudah mulai
mendirikan rumah dengan konstruksi beton menggunakann semen dari
karang yang dibakar. Di masa awal kolonial belanda akhir 1700
sampai awal thn 1800 orang sangihe sudah mulai menggunakan bilik
pada konstruksi rumah. Rumah ikat terakhir ditemukan di kampung
Lehupu.
Konstruksi rumah kayu orang sangihe adalah rumah panggung.
Diantara rumah yang dibangun terdapat rumah umum dimana rumah
tersebut adalah tempat berkumpul komunitas adat dari setiap
persekutuan hukum adat terkecil banua yang dikemudian hari menjadi rumah raja atau istana. Rumah tersebut dinamakan Bale Lawo.
Menjelang berakhirnya pemerintahan kolonial belanda, bale lawo
mendapat sentuhan eropa dari segi kekuatan konstruksi tetapi
tetap mempertahankan keaslian model. Rumah sangihe berdasarkan
catatan D.Brilman adalah : Rumah-rumah dibangun diatas tiang
tinggi, memiliki tangga masuk kerumah yang diangkat pada waktu malam
hari. Terdapat satu serambi umum yang luas dan satu bilik tinggal
yang sama luasnya dengan serambi umum.Disebelah kiri dan kana
terdapat bilik tidur yang dipisahkan oleh dinding kayu,bamboo atau
tirai. Jika salah satu anggota keluarga menikah maka rumah akan
disambung dibagian belakang. Semakin banyak yang menikah maka
akan semakin panjang rumahnya. Rumah seperti ini ditempati oleh
25 sampai 30 rumah tangga. Konstruksi rumah sperti ini terakhir
ditemukan di pulau-pulau Nanusa. Banyak rumah asli orang sangihe
mengalami pemusnahan akibat letusan gunung api.
- Bale Lawo.
Bale lawo atau istana adalah rumah untuk banyak
orang. Rumah ini didirikan sebagai tempat pertemuan masyarakat
umum pada satu kesatuan hukum dalam komunitas adat sangihe
dengan sang raja sekaligus sebagai tempat tinggal raja. Balelawo
pertama kali didirikan oleh Balango di sahabe.
- Makanan tradisonal
- Makanan umum
Makanan utama suku sangihe adalah sagu, yang diproduksi dari
jenis pohon palm. Di pulau sangihe terdapat berbagai jenis
palm diantaranya adalah : Arena tau enau ( Arenga pinnata ), pinang
sirih (asal philiphina), Pinang kelapa ( Actinorhytis calapparia),Sagu
rumbia (Metroxylan sagu), Kelapa (cocos nucifera), rotan sega (calamus
caesius), sarai raja (caryota no), Sarai midi (caryota maxima), palm
kuning dan merah endemic sangihe. Melihat bentuknya, pohon yang
memproduksi sagu disangihe adalah Sagu (Metroxylan sagu), sarai raja
(caryota no) dan Sarai midi (caryota maxima).
Selain mengkonsumsi sagu, masyarakat sangihe juga mengenal adanya
beras yang diproduksi dari ladang kering. Selain sagu dan beras,
makanan khas sangihe adalah singkong (sangihe = bungkahe),umbi
jalar (sangihe ; ima atau batata) dan talas (sangihe = kole ).
Setiap hari orang sangihe memproduksi sagu dalam jumlah yang
banyak. Tempat untuk memproduksi sagu disebut pamangkonang.
Sayuran utama orang sangihe adalah Sakede (daun melinjo), sayur
paku,sayur gedi dan sayur wori. Ikan laut merupakan lauk utama
ditambah daging babi (untuk yang Kristen) dan daging kambing
(untuk yang muslim).
Pada awalnya orang sangihe tidak memakan daging
tikus,anjing,kelelawar,ular dan biawak, tetapi sejak masuknya orang
Minahasa di kelp. Sangihe maka mulailah orang sangihe
mengkonsumsinya. Diantara makanan yang sering dikonsumsi, resep
tertua adalah ketupat kuning, ikan laut bakar,sagu bakar dan kuah sasi
( kuah yang di campur dengan ikan laut bakar). Resep makanan yang
dominan sampai saat ini adalah Sagu bakar,ubi rebus, dipadu
dengan sayur santan dan ikan laut bakar. Untuk pesta atau acara
yang menghadirkan banyak orang selalu disiapkan ketupat.
Orang sangihe mengenal nasi yang dibungkus sejak berakhir masa kepercayan sundeng. Pada awalnya, ketupat atau empihise
menjadi bagian dari sesajen dalam upacara persembahan yang
menggantikan kedudukan manusia dan hewan sebagai korban. Ketupat
yang diwajibkan dalam sajen adalah ketupat dengan nama bebatung kambing.
Orang sangihe mengenal 16 jenis ketupat berdasarkan teknik anyaman yaitu : bawatung,
muntia, dokongmanu, buang tariang, kaemba, bituing,bebatun kambing,
kasumbure, bininta, pikang, sawaku, mehisa, waliung, batung kapese dan
kalemba. Ketupat kalemba adalah ketupat yang paling penting dalam upacara keagamaan masa lalu.
- Tamo.
Berdasarkan cerita lisan, Tamo pertama kali dibuat pada pesta
perkawinan Mangulundagho dengan Bangsang peliang di Bongko lumenehe
(Kampung dagho sekarang) tamo dibuat dari bermacam macam makanan
yang kemudian disebut Golopung (Gideon Makamea,prospek budaya dan tradisi-tradisi historis daerah kab.kepl. sangihe dan talaud-2008).
Pembuatan Tamo kedua oleh Talongkati (bibi dari Makaampo) pada acara perkawinan Makaampo. (Toponimi,cerita dan…….2006). Tamo
adalah makanan tradisional khas sangihe yang tidak dapat
ditemukan ditempat lain. Tamo adalah makanan yang memiliki
filosofi khusus yang berhubungan dengan kehidupan orang sangihe
sejak nenek moyang. Filosofi utama dari Tamo adalah “Jawaban dan kehormatan” dalam adat sangihe. Tamo adalah bentuk makanan yang memiliki latar belakang cerita kehidupan mula-mula disangihe.
Berdasarkan sastera lisan umum di beberapa wilayah sangihe, tamo
pertama kali digunakan bersamaan dengan keberadaan kerajaan Tabukan
raya yaitu pada pesta perkawinan mangulundagho dengan wangsang peliang di dagho. (kampung dagho sekarang).
Biasanya, tamo hanya disajikan dalam acara yang menghadirkan
banyak orang. Karena berdasarkan tradisi bahwa tamo yang dibuat
harus habis dimakan. Tamo juga sebagai perlambang undangan. Jika
sebuah pesta sudah diletakan tamo pada posisinya maka semua
warga boleh hadir dan memasuki pesta tersebut. Dari latar cerita
ini maka tamo adalah bagian dari kebersamaan. Kehadiran tamo dalam
satu acara mewakili semua makanan yang ada. Tamo adalah makanan
yang paling istimewah diantara makanan yang ada, untuk itu
tamo harus diletakkan di tempat yang sangat khusus. Dengan
syarat dapat dilihat oleh semua orang yang hadir dalam acara.
Resep tamo tua adalah campuran dari beras,umbi-umbian,gula, minyak
kelapa, tetapi resep ini tidak bertahan lama karena mudah basi.
Pada saat ini resep tamo terdiri dari beras,gula dan minyak
kelapa. Untuk membuat tamo harus melewati beberapa ketentuan adat
diantaranya, orang yang akan memasak tidak sedang dalam keadaan
bertengkar sebelum sampai ke dapur, tempat untuk meletakan kuwali
harus menggunakan 3 batu sebagai tungku. Karena sakralnya kue
ini maka minyak yang menetes dari cetakan tamo selalu disimpan
sebagai minyak yg berkhasiat untuk menyembuhkan penyakit.
Bagian terpenting dalam pembuatan tamo adalah ritual “memoto
tamo” (memotong tamo). Sebelum memotong tamo, orang yang ditugaskan
untuk memotong tamo harus menyampaikan sasalamate yang dinamakan
sasalamate tamo. Isi dari sasalamate tamo adalah berkisah tentang
tamo itu sendiri dan pesan atau nasehat tentang kebaikan kepada
banyak orang. Sebagai sebuah makanan yang istimewah maka dimasa
lalu tamo harus dibungkus dan tidak terlihat.
Tamo, pertama kali dikenal dalam satu pesta perkawinan putri
seorang raja dikerajaan Tabukan Tua. Pesta perkawinan itu terjadi
sesudah berdirinya Kerajaan Tampungang Lawo, 400 tahun silam atau
sesudah keruntuhan Majapahit. Pada masa lalu Tamo memiliki dua
spesifikasi dari bentuk dan kegunaannya yaitu Tamo Boki berwarna putih dan Tamo Coklat seperti yang masih dibuat sampai saat ini ( Drs. Bahagia Diamanis Sarjana Sejarah IKIP Negeri Manado,wawancara 2006)
Filosofi terpenting dari Tamo adalah Mengundang masyarakat banyak
untuk datang dalam satu pertemuan. Masyarakat dari kalangan manapun
boleh datang dalam satu hajatan atau acara syukuran tanpa diundang
apabila didalam acara tersebut sudah terlihat Tamo.( Pernyataan Bapak Manossoh Ketua Dewan adat Sangihe dan bapak Mehare dalam satu percakapan menjelang pembuatan Tamo Raksasa di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Sangihe, 2006)
Tamo bukanlah status sosial tetapi pada akhirnya Tamo berubah
kedudukan dan penggunaannya dalam acara-acara hajatan atau syukuran.
Dikemudian hari Tamo menjadi bagian dari status sosial masyarakat. Hal
ini terbukti dengan ditempatkannya Tamo pada acara-acara yang sangat
khusus seperti acara-acara yang diadakan oleh pimpinan daerah atau acara-acara lain yang sangat khusus seperti pesta
pernikahan adat dan modern. Sampai saat ini belum pernah masyarakat
sangihe membuat Kue Tamo sebagai jualan dipasar atau sebagai makanan
harian. Begitu sakralnya kue adat Tamo sehingga terungkap satu
pernyataan lain yang mengatakan bahwa kue adat Tamo harus dibungkus
dengan penutup yang tidak tembus pandang, karena berdasarkan kebiasaan
bahwa kue Tamo itu Laksana seorang wanita cantik yang sangat terhormat.( pernyataan Hengky Natingkase S.Ip. Tokoh pemuda,2006 )
Berdasarkan kesepakatan antara pemuka adat Sangihe dalam dewan adat bahwa tidak boleh lagi menggunakan bendera pada pucuk Tamo. Dengan alasan bahwa tidak ada semangat bendera merah putih dalam kue adat Tamo karena Tamo sudah ada ratusan tahun sebelum Indonesia Merdeka. ( pernyataan bapak Mehare,anggota dewan adat dalam pembicaraan tentang Tamo Raksasa di Kantor Disparbud Sangihe,2006)
Setelah selesai diolah maka tamo siap di cetak dalam sebuah cetakan dari bahan alami yaitu bulu.
- Konstruksi tamo
Tamo memiliki unsur utama yaitu badan tamo, ditambah asesoris
pada badan tamo berupa udang (dimasa lalu) dibagian dasar diletakan
bermacam – macam makanan khas sangihe.Pada mulanya dibagian pucuk
tamo diletakan telur yang melambangkan kehidupan baru (sesuai dengan cerita manusia mula-mula dalam cerita gumansalangi)
Sesudah perang kemerdekaan maka symbol telur diganti dengan
bendera negara merah putih, tahun 20006 tidak lagi menggunakan
bendera pada pucuk tetapi bunga atau telur.
BAHASA DAN SASTERA SANGIHE
- Bahasa Sangihe
Penggalian bahasa sangihe pernah dilakukan oleh J.N.Snedon dalam buku Proto Sangiric and the sangiric languages.
Bahasa sangihe termasuk rumpun bahasa Austronesia atau Melayu
Polynesia dan tergolong dalam bahasa-bahasa Philliphina. Ahli tata
bahasa sangihe yang terkenal adalah Dr. N. Adriani dengan karyanya Sangirische sprakunts.
Kosa kata bahasa sangihe yang telah dibukukan dapat ditemui
dalam buku karya dari Mr.K.G.F. Steller dan W.E. Aerbersol dengan
judul Sangirische Nederlands woerdenbock. ( Decroly Juda,Spd.Tata Bahasa Sangihe,2004).
Bahasa sangihe tidak mempunyai aksara, karena suku
sangihe tidak mengenal sistim tulisan sendiri. Sejak masuknya
bangsa Eropa, orang sangihe sudah mulai menggunakan huruf latin
sebagai bentuk tulisan. Pengguna bahasa sangihe meliputi Pulau
Sangihe besar dan pulau-pulau kecil disekitarnya,Pulau siau dan
sekitarnya,Pulau Taghulandang dan sekitarnya,Pulau Talaud dan pulau –
pulau diperbatasan utara Indonesia. Beberapa daerah disekitar
Minahasa seperti Belang, Bantik,Manado tua, Bunaken, Naenk, Siladeng,
Mentehage, Gangga, Bangka, Talise, Likupang, Lembe, Sebagian Bitung,
daerah dikaki Gunung klabat. Pulau balut dan Pulau saranggani di
Philliphina ( H. Kern dalam Tata bahasa Sangihe, Decroly Juda,2004)
Bahasa sangihe dan bahasa lain di Sulawesi utara memiliki kesamaan tipe yaitu Aglutinered ( bahasa yang berafiks ).
Afiks adalah unsur yang ditambahkan pada kata dasar atau bentuk asal ( Daryanto, S.S, Kamus bahasa Indonesia lengkap,1997)
Bahasa Sangihe terbagi dalam 8 dialek yaitu :
- Dialek Tabukan
- Dialek Tahuna
- Dialek Kendahe
- Kolongan
- Manganitu
- Tamako
- Siau
- Taghulandang
(Bawolle, 1981 dalam Prof. A.B.G.Ratu - Bahasa di Minahasa,Profil Kebudayaan Minahasa)
Secara umum, bahasa sangihe hanya memiliki tiga dialek yaitu
dialek Sangihe di Pulau Sangihe,dialek Siau di Pulau Siau dan
dialek Taghulandang di Pulau Taghulandang. Pengguna bahasa Sangihe
di Minahasa diperkirakan berjumlah seratus ribu orang ( Profil Kebudayaan Minahasa 1997).
Di Bolaang Mongondow, pengguna bahasa sangihe meliputi beberapa
daerah seperti Pedukuhan Dodap kecamatan Kotabunan, Poigar, Kecamatan
Lolak, Pangi kec. Sang Tombolang, Bintauna, Mokoditek kec
Bolangintang. ( Sastera Lisan Bolaang Mongondow 1984)

(Decroly Juda,S.Pd,tata bahasa Sangihe,2004).
- Sastra Sangihe
Suku Sangihe dimasa lalu tidak mengenal sastra dalam bentuk
tulisan tetapi memiliki banyak sastra lisan. Sastera dalam
kehidupan orang sangihe memiliki makna yang sangat mendalam. Boleh
dikata bahwa hidup orang sangihe mengalir bersamaan dengan sastra
lisan, menjadi bagian dari jiwa,dan menjadi pedoman kehidupan
bermasyarakat. Satra sangihe di masa lalu telah melahirkan aturan
terhadap tatanan hidup.
Sastra lisan Sangihe sudah ditulis oleh beberapa orang dari
Belanda terutama para Zending dan pekerja gereja, tapi sampai
saat ini buku-buku tersebut tidak pernah ditemukan. Sastra lisan
sangihe memiliki fungsi masing – masing berdasarkan bentuknya. Dalam
penulisan ini, penulis mencoba memaparkan secara singkat beberapa
bentuk sastra dan hasil karya sastra dari beberapa penggalian yang
sudah terinfentarisasi.
Salah satu hal yang mempersulit penginfentarisasian dan pengembangan sastra lisan sangihe adalah ;
- Kebanyakan dari penutur cerita sudah lanjut usia sehingga memungkinkan punahnya sastera lisan.
- Banyak orang yang memiliki kemampuan menuturkan sastera lisan tidak mau membagikannya kepada orang lain, menganggap bahwa cerita yang dimiliki adalah milik keluarga.
- Tidak adanya sistim pewarisan secara umum. Pewarisan sastera lisan hanya kepada orang - orang tertentu.
- Banyak cerita lisan yang sudah di tulis oleh beberapa pemerhati sejarah dalam bentuk tulisan lepas selalu disembunyikan.
- Tidak adanya kepedulian pemerintah dan pihak terkait untuk mengadakan penggalian sastera lisan sedalam mungkin dan kemudian membukukannya secara lengkap.
Hal-hal yang memperkuat tradisi lisan disangihe sehingga mampu
bertahan adalah keutuhan bahasa sangihe, dan merupakan bagian dari
adat istiadat. Bahasa sangihe digunakan oleh suku sangihe yang
hanya menggunakan satu bahasa yaitu bahasa Sangihe. Dalam
kehidupan sehari-hari, bahasa Sangihe mengenal stratifikasi dalam
penggunaannya yaitu pembedaan usia lawan bicara. Bahasa sangihe
terbagi dari dua bagian berdasarkan penggunaannya dalam
aktifitas berbudaya dan bermasyrakat yaitu : Bahasa sangihe sehari-hari dan Bahasa Sangihe sastra yang disebut bahasa sasahara.
Sastra lisan sangihe digolongkan dalam beberapa bentuk yaitu :
- Cerita, berupa hikayat raja-raja dan sejarah kerajaan, cerita rakyat dan dongeng, silsilah raja-raja dan silsilah keluarga.
- Prosa
- Puisi
- Me,bowo
- Ungkapan
- Hikayat raja-raja
Sejak masa lalu di Sangihe telah berkembang sastera lisan yang menceritakan kehidupan raja-raja sangihe seperti :
- Cerita Raja Gumansalangi dan Putri Konda asa.
Gumansalangi adalah laki-laki yang datang dari luar kepulauan
sangihe yang kemudian bertemu dengan Putri Konda asa atau Sangiang
Konda Wulaeng. Dari pertemuan dua tokoh tersebut melahirkan sistim
kerajaan di kepulauan sangihe.
- Cerita Raja Syam Syach Alam dari kerajaan Kendahe yang bersetubuh dengan anaknya sendiri putri Bulaeng Tanding yang mengakibatkan hancurnya Tanjung Maselihe. Dari peristiwa tersebut telah melahirkan suku baru yang disebut suku Bantik.
- Cerita Raja Makaampo yang perkasa dan kejam. Makaampo adalah raja yang memiliki banyak isteri. Pernah megadakan ekspansi sampai ke daratan Minahasa dan beberapa kali menghancurkan pasukan bajak laut dari Mindanao. Karena perilaku tersebut akhirnya dikhianati dan dibunuh oleh pengawalnya sendiri bernama Ambala yang bersekutu dengan Hengkeng ‘u naung panglima laut dari kerajaan Siau.
- Cerita kepahlawanan Raja Bataha Santiago yang tidak mau tunduk pada kekuasaan VOC. Akhirnya dia dihukum mati pada tiang gantungan oleh Sultan Kaitjil Sibori (Prins Amsterdam, sultan Ternate yang diangkat oleh VOC), atas perintah Robertus Pardbrugge (Gubernur VOC). Kematian Santiago adalah hasil dari pengkhianatan temannya sendiri bernama Sasebohe dan Bowohanggima.
Disamping cerita tentang raja-raja terdapat juga cerita kepahlawanan para pemberani Sangihe yang disebut Bahaning Beo’e.
Dari sekian banyak cerita kepahlawanan terdapat beberapa cerita
yang melegenda didaerah dimana cerita itu diceritakan seperti :
Cerita tentang Panglima laut Hengkeng’u naung dari kerajaan Siau.
Cerita tentang Ambala pemberani dari Tamako.
- Cerita rakyat dan dongeng.
Ada beberapa cerita rakyat dan dongeng yang sering diceritakan seperti :
- Cerita Angsuang bake, raksasa penguasa gunung awu yang marah dan mengakibatkan lahirnya gunung api Awu.
- Cerita percintaan Sese Madunde dengan seorang bidadari yang kemudian melahirkan pulau siau.
- Cerita upung wuala. Seekor siluman buaya yang hidup di Laine. Jika pemberian yang ia minta tidak diberikan maka siluman buaya akan marah lalu memakan korban manusia. Upung wuala setiap saat selalu melakukan perjalanan dari Laine ke Salurang berjalan tegak seperti manusia dan menggunakan iakat kepala merah.
- Cerita percintaan Bangkoang dengan seorang putri dari ulung peliang berna le’ku dari Tamako,Dari percintaan tersebut melahirkan perkelahian dengan Bahede..
- Prosa
Sastera lisan sangihe yag di golongkan sebagai prosa adalah Sasalamate. Prosa adalah suatu bentuk penulisan cerita yang disusun dengan bahasa puisi.
Sasalamate adalah : puisi bebas yang disusun dari bahasa
sastra sangihe dan ungkapan-ungkapan sasahara yang biasanya
dibawakan pada upacara adat tertentu,guna keselamatan bagi orang
yang berkepentingan dengan acara itu. (Gideon Makamea,Mempelajari ungkapan dan sastera daerah, Sangihe I kekendage,2003)
- Puisi
Kesusastraan Indonesia membagi puisi dalam dua jenis yaitu
puisi lama dan puisi baru. Karya sastra lisan Sangihe yang
digolongkan sebagai puisi termasuk dalam puisi lama yaitu :
Pantun (papantung,medenden), Teka-teki (tinggung-tinggung atau
tatinggung) dan mantra ( orang yang ber mantera disebut makalanto).
Dari tiga bentuk puisi sangihe yang paling banyak
perbendaharaannya adalah Mantra.
Sampai saat ini masih banyak mantra yang dapat diinfentarisir
dari penduduk sangihe. Perkembangan mantera di kepl. Sangihe
melalui dua periode yaitu Penggunaan mantra dimasa sebelum Islam
dan di masa sesudah Islam. Salah satu kata inti pada mantra
sebelum masuknya Islam adalah kata ruata, sesudah islam masuk muncul penggunaan kata bismillah.
Mantera sangihe digolongkan menjadi beberapa bagian berdasarkan fungsinya yaitu :
- Mantra untuk membunuh orang yang masih hidup.
- Mantra untuk menghidupkan orang mati.
- Mantra untuk membuat sakit orang yang sehat
- Mantra untuk menyembuhkan orang sakit
- Mantra untuk membuat orang terpikat
- Mantra untuk keselamatan diri.
- Mantra untuk menangkal mantra
- Mantra untuk kesaktian seseorang.
- Mantera yang berhubungan dengan gejala alam seperti menurunkan hujan,menghilangkan hujan,mengusir badai dilaut.
- Bawowo
Dari sekian banyak sastera lisan di sangihe terdapat satu bentuk sastera lisan tertua yang disebut Me,bowo atau Bawowo. Bawowo adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh orang tua menggunakan syair-sayir indah, bernada seperti nyanyian. Bentuk sastera ini disajikan pada saat menidurkan anak. Isi bawowo terdiri dari satu kalimat.
Contoh bawowo :
kawowo inang kawowo,ana nitendengi lawo,suhiwang takahalaweng,takaendengangu apa.
Artinya : Sayang si manis saying anak dimanja orang banyak, di pangkuan yang dibentengi tidak akan mengapa.
(Gideon Makamea,Mempelajari ungkapan dan sastera daerah, Sangihe I kekendage,2003)
- Ungkapan
Ungkapan sangihe memiliki kedudukan penting dalam
semua satera lisan sangihe. Hampir semua bentuk
sastera lisan sangihe memuat ungkapan. Pada umunya
Ungkapan sangihe berfungsi sebagai nasehat, peraturan
dan motifasi hidup.
Contoh ungkapan sangihe yang paling dikenal yaitu :
- Somahe kai kehage
- Mekaraki pato tumondo mapia, kaeng balang sengkahindo
- I akang ganting gaghurang
- Nusa kumbahang katumpaeng.
KERAJAAN DI SANGIHE
Sangihe sudah mengenal sistim pemerintahan dalam kehidupan
bermasyarakat dengan bentuk pemerintahan kerajaan. Sistim
pemerintahan kerajaan yang dianut oleh kerajaan-kerajaan di
sangihe merupakan bawaan dari sistim pemerintahan kesultanan yang
ada di Philiphina. Kerajaan mula-mula di bangun atas dasar kemonarkian atau wangsa, monarki artinya dipimpim oleh satu orang. Kepemimpinan kerajaan dilakukan oleh satu keluarga yang menurun keanak cucu, berdasarkan garis keturunan laki-laki.
Diakhir kekuasaan kerajaan Tampungag Lawo, muncullah para kulano dan
Bahaning. Sejak saat itu kedudukan raja diambil alih oleh
pemberani, dalam bahasa sangihe di sebut Kulano atau Bahaning beo’ e. (di kepulauan Maluku, Kulano adalah raja).
Jika dilihat dari kata “Tampungang Lawo” secara luas
berarti tempat dimana terhimpun banyak orang, menunjukkan sebuah
demokratisasi telah dibangun sejak kerajaan tua. Meskipun kekuasaan
raja-raja berdasarkan wangsa tetapi harus menghadirkan
banyak orang dalam setiap keputusan. Perubahan sistim sosial
kekerabatan masyarakat sangihe mengalami beberapa perubahan mulai
dari sistim Patrilineal sejak Gumansalangi Sampai ke Makaampo, sistim bilateral
sejak awal kerajaan Tabukan sampai masa kolonial belanda awal tahun
1800.Tetapi ada satu masa bersamaan dengan pengaruh kuasa ampuang –
ampuang perempuan, sangihe pernah menganut sistim kekerabatan Matrilineal
yang mengikuti garis keturunan Ibu. Meskipun sistim kekerabatan
pernah berubah-ubah tetapi tanggung jawab setiap keluarga batih ada pada gaghurang
(orang tua) dimana suami ataupun isteri bertanggungjawab bersama
dalam keluarga. Diperkirakan sistim kekerabatan dengan mengikuti
garis keturunan ayah (patrilineal) mulai berlaku sejak ada pengaruh
eropa di sangihe.
Penggunaan marga atau fam mulai berlaku sejak
diberlakukannya hukum atas tanah. Banyak tanah disangihe yang tidak
bertuan. Hal ini dipengaruh olah sistim perbudakan dan kekuasaan
raja yang mutlak dimasa lalu sampai kemudian muncul tanah-tanah family. (di Minahasa dikenal dengan tanah Kalakeran).
Masyarakat sangihe hanya mengenal tanah family berdasarkan marga
keturunan, tanah family kerajaan dan tanah – tanah bebas (tidak
bertuan).
Tingkatan sosial masyarakat sangihe menurut D. Brillman adalah :
- Bangsawan, terdiri dari raja-raja, jogugu dan keluarganya.
- Warga-warga yang bebas
- Budak yang dimerdekakan
- Para budak.
Keturunan raja termasuk dalam golongan hokowalumpulo, keturunan bangsawan termasuk dalam golongan hokolimampulo, rakyat biasa termasuk dalam golongan hokotalumpulo, budak digolongkan sebagai allangga. Struktur pemerintahan kerajan sangihe adalah :Tingkatan paling tinggi raja yang disebut datu.Tingkatan kedua adalah bobato pimpinan daerah dibawah kerajaan atau setingkat dengan adipati. (adipati adalah jabatan setingkat bupati dalam tradisi jawa). Tingakatan ke tiga Opo Lao atau Kapiten Laut (ensiklopedia Indonesia)
Struktur pemerintahan kerajaan di sangihe pada masa VOC, mulai dari yang tertinggi sampai yang terendah.
- Raja yang disebut datu
- Bobato (termasuk presidenti raja /pejabat raja sementara)
- Jogugu
- Presidensi Jogugu (bila diperlukan)
- Kapiten laut (laksamana)
- Mayore (Mayore gaguwa atau Mayore labo)
- Hukum Mayore
- Sadaha
- Kapita
- Sangaji
- Kumelaha
- Sawehi (dukun)
- Mihinu ( Tukang palakat)
( A. Horohiung dalam buku Santiago melawan VOC,1990)
Kekuasaan raja – raja di sangihe mengalami beberapa bentuk
pemerintahan yaitu : pemerintahan raja-raja asli sangihe
berdasarkan wangsa/ keturunan yang terwaris dalam keluarga, pemerintahan raja-raja sangihe berdasarkan pengaruh Spanyol dan portugis, pemerintahan raja-raja sangihe berdasarkan pengaruh VOC dan pemerintahan colonial hindia belanda, pemerintahan raja-raja sangihe berdasarkan pengangkatan penguasa jepang.
Sebelum pengistilahan raja digunakan dalam sistim pemerintahan kerajaan sangihe, sudah didahului penggunaan kata datu’
untuk kedudukan raja. Pengistilahan ini hadir bersamaan waktunya
dengan kerajaan mula-mula di wilayah kepulauan sangihe yang
disebut Kedatuan.Wilayah kepulauan sangihe mulai dari
pulau-pulau di sekitar Kepulauan Saranggani Philiphina,kepulauan
Talaud,kepulauan Sangihe,kepulauan Siau dan Taghulandang, dan
pulau-pulau yang ada disekitar jazirah Minahasa. Kerajaan sangihe
melewati masa pemerintahan panjang mulai dari kekuasaan dinasty Gumansalangi yang berakhir pada masa VOC.
- Masa kedatuan tua
Kerajaan yang mula- mula berdiri di wilayah teritorial sangihe dikelompokan dalam masa kedatuan, karena pada saat itu istilah Datu digunakan untuk pimpinan tertinggi kerajaan.Kedatuan tua yang berdiri mula – mula adalah sebagai berikut.
- Kedatuan Bowontehu.
Bowontehu diambil dari bahasa sangihe Bowongkehu yang
secara harafiah berarti diatas atau dipuncak hutan. Wilayah
kerajaan ini adalah salah satu dari 10 lanskap (kerajaan kecil)
yang diserahkan oleh sultan Ternate kepada VOC bersama
dengan kerajaan Tubuguo (Tabukan) tahun 1609. (Sejarah
Minahasa, Kontrak 10 Januari 1679, hal.61). Berdasarkan sastera
lisan sangihe, kerajaan ini didirikan oleh datu Mokodoludugh
yang oleh orang Mongondow disebut Mokoduluduth pada
abad ke - X. Kerajaan ini dianggap sebagai kerajaan tertua
yang menjadi bagian dari wilayah territorial sangihe.
Mokodoludugh memperisteri Baunia dan memperanakan
Lokongbanua, Yayukbongkai, Uringsangiang dan Sinangiang.
Lokongbanua kemudian menjadi Raja kerajaan Siau Pertama.
Bowontehu pada masa kekuasaan raja Pasibori (sultan dari
ternate), ditaklukan oleh raja dari kerajaan Bolaang bernama
Damopolii (kinalang). (sejarah kerajaan Mongondow,Tabloid
Media Edukasi, Nov.2009)Kedatuan Tampungang
lawo.Didirikan pada kurun waktu tahun 1300 M (dijelaskan
dalam sejarah kerajaan tampungan lawo).
- Kedatuan Tampungang Lawo
Kedatuan Tampungan Lawo sudah melegenda karena diceritakan secara
turun-temurun oleh orang sangihe sebagai sastera lisan, baik
itu melalui sasalamate,papantung,tatinggung ataupun lagu-lagu masamper.
Tampungang lawo merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan
dari sejarah sangihe, meskipun belum ditemukan bukti berupa
benda sejarah yang berhubungan dengan kerajaan Tampungang Lawo.
Kedatuan Tampungang Lawo pertama
Konon, Kedatuan Tampungang Lawo didirikan oleh Gumansalangi pada tahun 1300 sampai 1400 yang berpusat di Manuwo ,kini disebut kampung Salurang. Diperkirakan masa Gumansalangi dimulai akhir tahun 1200 sampai awal tahun 1300. Pada masa ini dimulailah sistim pemerintahan monarkih kerajaan pertama Sangihe. Gumansalangi yang memperisteri Sangiang Konda Wulaeng memperanakan Melintangnusa dan Melikunusa. (D.B.
Adrian “Renungan kisah Sangihe Talaud” dalam Toponimi,cerita
rakyat dan sejarah dari kawasan Nusa utara,Diknas Tahuna).
Wilayah kekuasaan kerajaan Tampungang Lawo membentang dari
Mindanao sampai ke Bolaang Mongondow. Panglima perang kerajaan
Tampungan lawo adalah Melintangnusa yang memperisteri Sangiang Hiabe
puteri Abubakar (seorang pemberani dari Tugis, Philliphina).
Melikunusa berlayar ke wilayah Mongondow dan mempersunting Menong Sangiang.
Gumansalangi mewariskan kerajaan pada anaknya Melintangnusa tahun 1350.
Menjelang akhir hidup Melintangnusa berlayar ke Mindanao dan
meninggal disana. Sejak meninggalnya Melintangnusa, kerajan
diserahkan kepada anaknya Bulegalangi dan Pahawonseke. Sejak saat itu pusat kerajaan terbagi dua.
- Kerajaan Tampungang lawo dengan pusat kerajaan di Sahabe
- Kerajaan Tampungang lawo dengan pusat kerajaan di Salurang.
Kekuasaan kerajaan yang berpusat di Salurang diserahkan kepada anaknya bernama Bulegalangi. Dalam menjalankan pemerintaha Bulegalangi dibantu oleh anaknya bernama Matandatu.
Saudara laki-laki Bulegalangi bernama Pahawongseke pindah ke Sahabe
(Tabukan Utara sekarang), dan membentuk pemerintahan baru.
Pemerintahan dibantu oleh anaknya Pangatorehe. Setelah raja Bulegalangi meninggal, puterinya bernama Sitti Bai dipersunting oleh Balanaung sedangkan Puteri Aholiba dipersunting oleh Mengkangbanua dan berpindah tempat tinggal ke Tariang tebe (sekarang kampung Tariang Lama).
Kedatuan Tampungan Lawo di Sahabe (1400-1530).
Kerajaan Tampungan lawo di Sahabe didirikan oleh Kulano Pahawongseke (putra dari Melintangnusa). Pusat kerajaan adalah Limu
(dekat kedang atau sahabe behu). Kerajaan Tampungan lawo di sahabe
kemudian dikenal dengan nama kerajaan sahabe, juga dinamakan
kerajaan limu. Wilayah kekuasaannya dari tanjung salimahe sampai ke
tanjung lehe,termasuk pulau nusa,bukide, dan buang (sekarang Tabukan
tengah). Pahawongseke diganti oleh puteranya Pangalorelu. Pangalorelu diganti oleh Mamatanusa.
Mamatanusa kemudian menjadi raja terakhir di kerajaan sahabe.
Mamatanusa memperisteri Neneukonda dan memperanakan dua orang
puteri bernama Somposehiwu dan Timbangsehiwu. ( Dari
sumber cerita lisan lain, Raja terakhir kerajaan Sahabe adalah
Pontowuisang, yang memperisteri Belisehiwu. Pontowuisang adalah raja
siau yang menyuruh Hengkengunaung untuk membunuh Makaampo).
Kedatuan Tampungang lawo di Salurang
(1400 – 1500 an )
Kerajaan ini didirikan oleh Kulano Bulegalangi (putra dari Melintangnusa),
yang berpusat di Salurang. Wilayah kekuasan kerajaan Tampungang
lawo di salurang mulai dari tanjung lehe ke pungu watu, termasuk
pulau-pulau marore, kawio, kemboleng, memanu, matutuang, dan dumarehe.
Pemerintahan Bulegalangi dibantu oleh anaknya bernama Matandatu yang
juga sebagai panglima perang.Setelah wafatnya Bulegalangi,
kekuasaan raja diganti oleh puteranya Matandatu . Pemerintahan Matandatu dibantu oleh anak-anaknya, Makalupa, Ansiga, Tangkaliwutang dan saudara perempuan mereka Talongkati. Talongkati adalah anak yang paling berani sehingga mendapat gelar Bawu Mahaeng.
Salah satu anak dari Matandatu bernama Tangkuliwutang kemudian memperanakan Makaampo Wewengehe. Makaampo lahir pada tahun 1510 di Rainis (Talaud) dari ayah bernama Tangkuliwutang dan ibu bernama Nabuisang (dari Talaud). Nabuisang adalah anak dari Saselabe (di taghulandang) dengan isterinya Putri Din
(perempuan dari bangsa jin). Makaampo dilahirkan kembar, dan
kembarannya adalah seekor ular bernama Uri Makaampo. Isteri pertama
Makaampo adalah Marinsai.( H.Juda “ Manga wÄ•keng Asaļ ‘u Tau SangihÄ• “).
Setelah dewasa makaampo memperisteri Marinsai orang
Bowongkalumpang anak dari Bolinsangiang, Makaampo meninggalkan
perempuan tersebut karena kedapatan berselingkuh dengan laki-laki
lain. Seterusnya Makaampo memperisteri Rampeluseke seorang perempuan dari Salurang, kemudian memperisteri dua orang kakak beradik Somposehiwu dan Timbangsehiwu. Sejak memperisteri Somposehiwu dan Timbangsehiwu berakhir pula kerajaan Tampungan lawo di salurang.
Latar belakang meluasnya wilayah kerajan Tampungang lawo di salurang adalah sebagai berikut :
- Makalupa (anak dari Matandatu) mengambil Kindi Sangiang sebagai isteri ketika Kindi Sangiang sedang melingkarkan kain sehabis mandi, itulah sebabnya tempat tersebut dinamakan Pendarehokang. Setelah memperisteri Kindi Sangiang anak dari Menentonau,( kulano di Kauhis) wilayah kekuasan Menentonau yang meliputi Lelapide sampai ke Pendarehokang diserahkan kepada anaknya Kindi Sangiang.
- Ansiga (anak dari Matandatu ) memperisteri Gaupang (Raupang) anak dari Panglima perang Dagho bernama Ansaaralung. Kekuasaan Ansaaralung di dagho yang meliputi Toade manandu sampai ke pulau-pulau Mahengelang diserahkan kepada anaknya Gaupang.
- Wilayah dari Toade manandu sampai ke Tanjung lelapide termasuk Tamako diserahkan ke kerajaan Tampungang Lawo di Salurang atas isin dari Kelungsanda panglima perang Tamako. Isteri dari Kelungsanda adalah Taupangkonde. Taupangkonde adalah saudara kandung dari Gaupang (isteri dari Ansiga)
Kedatuan Tampungan Lawo kedua
(lahirnya Kerajaan Tabukan besar yang disebut Rimpulaeng ) .
Kedatuan Tampungang lawo yang dulunya terpisah kemudian lenyap,
dipersatukan lagi menjadi sebuah kedatuan besar. Kedatuan ini
didirikan pada tahun 1530 oleh Makaampo Wewengehe yang berpusat di limu atau sahabe Behu di daerah bekas pusat kedatuan Tampungan lawo Sahabe.
Wilayah kekuasaan kedatuan Tampungan lawo kedua meliputi Tanjung
Salimahe ke Pendarehokang sampai ke pulau Marore, Mahengetang dan
kepulauan Talaud. Pada masa pemerintahan Makaampo Wewengehe di
Sahabe Behe, dia didampingi oleh permaisuri Sompo sehiwu. Sedangkan
permaisuri Sompo Sehiwu tinggal di Salurang.
Makaampo Wewengehe dikenal sebagai raja perkasa, yang memerintah
dengan kejam. Akibat kekejamannya itu dia dibunuh oleh seorang
pemberani dari Tamako bernama Ambala yang bersekutu dengan panglima laut kerajaan Siau bernama Hengkeng u’ naung di pantai Batu keti’ pada tahun 1575.
Leher Makaampo dipotong dan kepalanya di antar ke pehe - siau.Lalu
kemudian di ambil oleh Ansiga dan Makalupa dan dikuburkan di
salurang. Makaampo adalah datu terakhir kedatuan Tampungang Lawo
yang mendirikan dasar atas kerajaan Tampungang lawo baru dengan
nama Tabukan. Setelah Makaampo meninggal, kedudukan datu diganti oleh anaknya Wuateng Sembah. Sejak saat itu mulai dikenal kerajaan Tabukan yang berpusat di Salurang.
- Kedatuan Mangsohowang. Wilayah kedatuan ini berada di kaki gunung awu, pulau sangihe. Kedatuan ini hilang akibat letusan gunung api awu.
- Kedatuan Karangetang. Kedudukan kedatuan ini berada di pulau Siau. Didirikan oleh pangeran Kedatuan Bowontehu bernama Lokongbanua. Lokongbanua adalah anak tertua dari Mokodaludugh yang lahir di gunung Lokon. Kekuasaan Lokongbanua atas kedatuan Karangetang berlaku pada tahun 1510 – 1540 (meninggal). Pusat pemerintahannya di Katutungang (sekarang bernama Paseng). Lokongbanua memperanakan Passuma dan Angkumang.
- Masa Sesudah kedatuan ( masa awal hubungan Eropa dengan kepulauan Sangihe)
Pada masa ini semakain nyata keberadaan bangsa Eropa di daerah
utara Nusantara. Kerajaan - kerajaan di sangihe pada waktu
itu mengalami berbagai situasi dan tekanan akibat perebutan
wilayah kekuasaan oleh Kerajaan – kerajaan dari Eropa.
- Portugis berhubungan dengan Sangihe sejak tahun 1563.
Tahun 1563, Raja Siau bernama Possuma dibaptis di Manado oleh Pater Diego de Magelhaes dari Portugis. Sejak saat itu terbukalah hubungan portugis dengan Kepl. Sangihe Talaud.
- Spanyol menguasai Sangihe pada tahun 1565.
Hubungan Spanyol dengan Kepulauan Sangihe sudah dimulai tahun
1521. Gugusan kepulauan Philliphina yang bertetangga telah diduduki
Spanyol tahun 1565, pada saat itu raja yang berkuasa di kerajaan
Siau adalah Raja Jeronimo.
- VOC berdiri tahun 1602 dan memulai kekuasaannya di sangihe tahun 1677.
Pada tanggal 1 November 1677, Raja Amsterdam dari Ternate ( Kaitjil
Sibori ) merebut benteng Spanyol “Sancta Rosa” di Siau dan
menyerahkannya pada Gubernur Jenderal Robertus Paddbrugge atas nama
VOC. Pada saat itu pula ditandatangani perjanjian antara VOC
dengan Raja Siau Franciscus Xaverius Batahi. Perjanjian yang sama juga berlaku terhadap kerajaan Tabukan,Tahuna dan Kendahe dan Taghulandang.
- Pembubaran VOC tanggal 31 Desember 1799. Sejak saat itu daerah kekuasaan VOC di ambil alih oleh Pemerintah Belanda, tetapi kekuasaan VOC atas Sangihe nanti berakhir tahun 1789.
- Awal dimulainya pengaruh kekuasan pemerintahan hindia Belanda di kepulauan sangihe yaitu pada tahun 1821 dengan dikirimnya Zendeling J.C. Jungmichel dari Ambon oleh Pendeta Joseph Kam.
Dari penjelasan diatas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa sejak
tahun 1563, kerajaan – kerajaan disangihe sudah berhubungan dengan Portugis,Spanyol dan VOC. Sejak tahun 1821
kekuasaan kerajaan disangihe mulai di pengaruhi oleh pemerintah
Hindia Belanda. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda sejak
tahun 1821, sistim pemerintahan kerajaan tidak lagi berdasarkan
wangsa tetapi berdasarkan kehendak Pemerintah Hindia Belanda.
Pada masa itu di wilayah teritorial Sangihe sudah ada
keraajaan-kerajaan yang dipengaruhi oleh Eropa. Kerajaan -
kerajaan tersebut adalah :
Periode Pertama :
- Kerajaan Manarou (Manado).
Manarou bukanlah Minahasa. (sejarah Minahasa-Kontrak
19 Januari 1679). Manarou diambil dari kata bahasa
sangihe Mararau,marau yang berarti jauh. Kerajaan ini
berpusat di Pulau Menado Tua tepatnya di tempat yang
bernama negeri (desa menado tua – I, sekarang). Kerajaan
Manarou didirikan oleh Daloda Loloda Mokoagow pada
kurun waktu tahun 1644-1674. Penduduk kerajaan ini
adalah orang sangihe (Graafland, Minahasa masa lalu dan
masa kini, terjemahan Joost Kulit.) Menurut Catatan
Robertus Padburgge,1867, Kerajaan ini hancur akibat
perang berkepanjangan dengan Kerajaan Bolaang.
- Kerajaan Kolongan.
Kerajaan ini menggantikan kedudukan kedatuan
Mangsohoang. Diawal kedatangan Eropa, kerajaan ini
Diperintah oleh raja Pontoralage pada pertengahan tahun
1500.
- Kerajaan Siau.
Diawal kedatangan Bangsa Eropa, Kerajaan ini Dibawah
kekuasaan Raja Passuma. Masa pemerintahan Pasumah
tahun 1540-1575. Raja Passuma meninggal tahun
1587,dan diganti oleh anaknya Don Jeronimo
(Pontowuisang / Betewiwihe)Tanggal 16 Agustus 1593,
Don Jeronimo mengucapkan sumpah setia kepada
pemerintah Spanyol di Manila melalui gubernur Spanyol
Gomez Perez Dasmarinas. Don Jeronimo memperanakan
Winsulangi. Tahun 1619, Raja Winsulangi dibaptis di
Paseng dan menjadi Don Jeronimo Winsulangi.
(D.Brillman,Zending di Kepl.Sangi dan Talaud). Don
jeronimo Winsulangi diganti oleh anaknya Batahi, 1642-
1678. Pusat kerajaan dipindahkan dari Paseng ke Pehe.
- Kerajaan Tabukan,
Raja yang memerintah kerajaan tabukan dimasa awal kedatangan bangsa
Eropa adalah raja Wuateng sembah (Pahawuateng). Kerajaan ini berpusat
di Sahabe. Wuateng memperisteri Tasikoa,putri Ratu Lohoraung dari
Taghulandang. Wuateng sembah diganti oleh anaknya Markus Vasco da
Gama. (Gamang Banua). Raja ini memerintah disaat Spanyol masuk di
Tabukan.
Periode ke dua
- Kerajaan Tahuna dengan nama lain Malahasa,
Berpusat di bukide Tahuna. Kerajaan Tahuna didirikan oleh raja
Tatehewoba (Ansawuwo) putra raja Pontoralage tahun 1580 – 1625. Tatehe
memperisteri Doloweli anak dari Makaampo dengan isteri Timbangsehiwu.
Tatehewoba diganti oleh anaknya Buntuang, lau diganti lagi oleh
anaknya Don Marthin Tatandangnusa.
- Kerajaan Kendahe dengan nama lain Malinggaheng, berpusat di Makiwulaeng. Raja pertama kerajaan kendahe bernama Egaliwutang (Mehegalangi) putra dari Sultan Ahmad di Mindanao. Memerintah tahun 1600-1640. Egaliwutang diganti oleh anaknya Wuisan. Raja Wuisan pindah ke Minahasa sejak kembali dari Mindanao setelah mengetahui isterinya sudah kawin dengan orang lain. Keberadaannya di Minahasa tidak diketahui. Kedudukan raja Wuisan diganti oleh anaknya Syam Syach Alam.
- Kerajaan Taghulandang dengan nama lain Mandolokang, berpusat di Tulusan.Raja pertama kerajaan Taghulandang adalah seorang perempuan bernama Lohoraung. Masa pemerintahannya 1570-1609.
- Kerajaan Manganitu dengan nama lain Maobungang, Kerajaan Manganitu didirikan oleh Tolosang (liung tolosang) dengan nama kerajaan Kauhis, pada tahun 1600. Kekuasaannya berlangsung sampai tahun 1645. Pemberian nama Maobungang diambil dari kisah seorang pemberani dari Barangkalang bernama Lumanu yang memiliki ilmu sakti dari asap rokok. Ilmu tersebut kemudian terwaris kepada Raja Manuel Hariraya Mokodompis (tanawata). Pusat kerajaan pertama terletak di Bowongtiwo (kampung kauhis sekarang). Tolosang adalah anak dari Jogugu Naleng dari Manganitu dengan isterinya Kaeng (lekung) Patola. Kaeng patola adalah anak dari Kulano Makalupa dan Kindi Sangiang. Tolosang kemudian memperisteri Ahungsehiwu dan memperanakan Tompoliu dan Lembungsengsale. Tahun 1645 sampai 1670, Tompoliu menjadi raja atas kerajaan Manganitu dan memindahkan pusat kerajaan dari Bowongtiwo ke Tatahikang. Tompoliu memperisteri Lawewe dan memperanakan Bataha Santiago, Charles Diamanti, Sapelah, Apueng dan Gaghinggihe.
Sejak Tompoliu meninggal, kekuasaan raja di ganti oleh Bataha
Santiagho. Santiago adalah raja sangihe pertama yang menentang
VOC dimasa akhir kekuasaan VOC. Sejak di bunuhnya Santiago oleh
VOC, kekuasaan raja tidak lagi berdasarkan kemonarkian keluarga
raja tetapi berdasarkan keinginan VOC dan berlangsung terus
sampai masa Kolonialisme bahkan sampai pada masa pendudukan Jepang.
Pada masa pemerintahan Willem Manuel Pandensolang Mokodompis,
raja ini berkuasa atas tiga wilayah yaitu kerajaan Tahuna,
Kerajaan Manganitu di Karatung soa dan Kerajaan Manganitu di
Tamako. Hal ini terjadi karena pengaruh kekuasan Belanda.
Sistem Monarki kerajaan-kerajaan Sangihe berakhir sejak
dimulainya Pemerintahan Kolonial Belanda. Kekuasaan belanda mulai
menguat di Sangihe setelah beberapa Raja menandatangani
perjanjian persahabatan (Lange Verklaring Contrac) mulai dari tahun 1677. Raja – raja yang tunduk adalah : Fransiscus Makaampo Juda – I Raja Tabukan, Don Marthin Tatandangnusa raja Tahuna, Takaengetang (Djoutulung) Raja Manganitu. Wuisan Raja Kendahe, Philips Anthoni Aralungnusa Raja Taghulandang, Don Jeronimo Winsulangi
Raja Siau. Sejak saat itu pengangkatan raja dilakukan tidak lagi
berdasarkan garis keturunan waris raja kepada anak laki-laki tertua
tetapi diangkat berdasarkan kepentingan Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
1 | A.Horohiung, Santiago melawan VOC |
2 | Abay D. Subarna dan Tim, Sistim Tulisan dan Kaligrafi, Lembaga Pendidikan Seni Nusantara2006 |
3 | Ayip Rosidi, Puisi Indonesia - I, 1969 |
4 | Bustanuddin Agus,Agama dalam kehidupan manusia,pengantar antropologi agama.PT. Raja Grafindo Perkasa.2006 |
5 | Cut Kamaril Wardani,Ratna Panggabean,Tekstil,Lembaga Pendidikan Seni Nusantara,2005 |
6 | D.Brillman, Zending di Kepulauan Sangi dan Talaud.(terjemahan)BPH Sinode GMIST,1986 |
7 | D.J. Walandungo, Tesis, Islam Tua, terpasung dan merana. |
8 | Dr. H. Berkhof, Dr. I.H. Enklaar,Sejarah Gereja,BPK Gunung Mulia, 1987 |
9 | Dr. Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil,BPK Gunung Mulia, 2006 |
10 | Dr. Harun Hadiwijono,Religi Suku Murba, BPK Gunung Mulia, 2006 |
11 | Drs. Bakar Hatta, Sastra Nusantara,1982 |
12 | Esther L. Siagian, GONG,Lembaga Pendidikan Seni Nusantara, 2006 |
13 | Gideon Makamea, Tulisan lepas tema sejarah dan budaya sangihe. |
14 | Gideon Makamea, Mempelajari Ungkapan Dan Sastera Daerah, 2003 |
15 | Gideon Makamea, Prospek Budaya Dan Tradisi-tradisi historis daerah Kepulauan Sangihe dan Talaud. 2008 |
16 | Hasil Sarasehan Budaya Sangihe Talaud,Tahuna,1994 |
17 | I Wayan Dibia, Tari Komunal, Lembaga Pendidikan Seni Nusantara,2006 |
18 | Irwansyah Harahap, Alat Musik Dawai, Lembaga Pendidikan Seni Nusantara,2005 |
19 | Jhon Rahasia, Penemuan Kembali Tagaroa.Yayasan Tagaroa,1975 |
20 | Johanis Saul.M.Hum. Ragam Hias Sangihe |
21 | Decroly Juda,S.Pd, Tata Bahasa Sangihe |
22 | L. Bons, Kamus Bahasa Belanda,Inggris,Indonesia.1954 |
23 | Kenneth R. Maryott,Hamerson Juda. Manga wÄ•keng Asaļ ‘u Tau SangihÄ• |
24 | Laporan kunjungan Gubernur Jendral Belanda di Kerajaan Tabukan 1927 |
25 | Makalah Seminar, Budaya Bahari Dalam Tradisi Lisan Daerah Satal,Paul Nebath,Tahuna,2004 |
26 | Martoji, Sejarah Untuk SMP kelas VII,Erlangga2004 |
27 | Materi pelatihan terintegrasi,Ilmu Pengetahuan Sosial,2005 |
28 | Muhamad Yamin, Atlas Sedjarah,Djambatan 1956 |
29 | N. Graafland, Minahasa Masa lalu dan Masa kini |
30 | Prof. Kong Yuanzhi, Muslim Tionghoa,Cheng HO,2005 |
31 | Prof.Dr.J.Turang,dkk. Profil Kebudayaan Minahasa. Majelsi Kebudayaan Minahasa,1997 |
32 | Putu Wijaya, Teater, |
33 | Sastra lisan Bolaang Mongondow |
34 | Sosiologi dan Anthropologi SMA,1987 |
35 | Tarian Alabadiri, Tim Kesenian Kab Satal,1995 |
36 | Tatimu, hasil sarasehan budya,musik oli’. |
37 | Toponimi,cerita rakyat dan data sejarah dari kawasan perbatasan nusa utara,Diknas Kab.Kepl.Sangihe. |
38 | Wiyoso Yudoseputro, Pengantar wawasan Seni Budaya,Dep P & K, 1993. |
39 | Metty M. Bawelle, Pengaruh sponsor Terhadap Pengembangan seni Masamper di Kecamatan Malalayang Kotamadya Manado |
DAFTAR NARA SUMBER
NO | NAMA NARA SUMBER | ALAMAT | INFORMASI YANG DITERIMA |
1 | Gidion Makamea | Tahuna | Cerita Gumansalangi |
2 | Bpk Mahare | Biru | Tamo |
3 | M. Madonsa | Tahuna | Sejarah Kerajaan |
4 | R. Radangkilat (alm) | Cerita Apapuhang | |
5 | Bahagia Diamanis | Tahuna | Cerita Santiago dan Tamo |
6 | Bpk Barahama | Karatung I | Cerita Santiago |
7 | Bpk Letunggamu | Pananaru | Cerita Dumpaeng |
8 | Ibu Antarani | Pananaru | Tari Gunde |
9 | Ibu Antarani | Kauhis | Tamo |
10 | Bpk. A. Sinadia | Kauhis | Silsilah Sinadia |
11 | Bpk. Makansing (alm) | Perahu Sangihe | |
12 | H. Galangbulaeng | Karatung II | Perahu Sangihe |
13 | K. Mare | Karatung I | Masamper |
14 | Wawu Mawira | Manganitu | Kehidupan Istana |
15 | Bpk Ulis (alm) | Manganitu | Silsilah Raja-raja Manganitu |
16. | R. Sianaeng | Tahuna | Rumah Ikat Lehupu |
17 | Umbure Kalengghihang | Manumpitaeng | Musik Oli dan Tenun Sangihe |
18 | Bpk Malemboris | Manumpitaeng | Upacara Sundeng |
source : http://budaya-indonesia.org/SEJARAH-SANGIHE/
0 comments:
Post a Comment