Ilustrasi melompat ke Laut [Photo by Kaskus.co.id] |
Disebelah selatan tanjung Kalinda dimana di dalam teluk itu
ada Desa Kalinda, terdapat tanjung yang bernama Tinumpaeng. Tempat itu termasuk
wilayah Kecamatan Tamako Kabupaten Kepulauan Sangihe saat ini. Tanjung tersebut
keadaanya curam, laut dipinggirnya dalam dan tidak mempunyai pantai. Oleh sebab
itu bilamana perahu lewat ditanjung itu, dekat sekali. Terutama disaat laut
teduh.
Adapun asal mulanya nama tanjung tersebut, ikutilah
ceritanya yang diceritakan oleh orang-orang tua secara turun temurun. Pada zaman
dahulu kira-kira abad 16, 17, dan 18 ada kebiasaan dari suku bangsa Mindanau
dan suku bangsa Sulu (Philipina), yaitu mereka sering berlayar didaerah
sekitarnya termasuk pulau Sangihe. Adapun maksud mereka ialah sebagai bajak
laut, yaitu merampok harta benda dari perahu-perahu orang yang ditemuinya. Kalau anak buah perahu yang di temui
mangadakan perlawanan, mereka tidak segan-sagan membunuhnya. Sehingga sering
terjadi pertempuran diantara mereka. Sudah tentu korban terbunuh dan luka-luka
selalu ada diantara kedua belah pihak. Selain itu mereka juga menculik dan
menawan orang-orang yang ditemuinya, baik laki-laki maupun perempuan dengan
maksud dijadikan budak ditempat mereka.
Sekali peristiwa, ada sebuah perahu bajak laut yang melewati
pesisir sebelah Barat pulau Sangihe besar. Perahu bajak laut tersebut masuk dan
menyusur dari bagian utara dan terus menuju ke Selatan. Jadi mereka menyusur
dari pesisir Kendahe, Kolongan, Tahuna dan terus menuju pesisir Manganitu.
Sesudah melewati teluk Manganitu, mereka menyusur agak dekat dengan pantai,
melewati Paghulu, Kauhis, Sesiwung, Lebo, Belengang dan sampai ditanjung
Bulude. Di pesisir antara Paghulu dan Belengang, Bajak laut tersebut berhasil
mengejar dan menangkap seorang nelayan yang sedang mengail sendiri. Nelayan itu
ditangkap dan disuruh duduk ditengah-tengah mereka, supaya tidak gampang
melarikan diri. Kemudian mereka bertanya tentang nama nelayan itu. Nelayan itu
menyahut dan menyebut namanya : “Tabang”.
Sementara Tabang duduk di tengah rombongan bajak laut tersebut, ia tidak begitu takut.
Ia merasa tenang sambil berpikir dengan cara dan tipu muslihat bagaimana ia
dapat melepaskan diri dari cengkraman bajak laut tersebut. Akhirnya ia mendapat
akal, katanya didalam hati, baiklah saya melagukan Dadung (Sasambo); “Tabang
tinumpa, Tabang tinumpa, Tabang tinumpa”. Artinya : “ si Tabang Terjun, si
Tabang terjun, si Tabang terjun”. Dadung (Sasambo) tersebut dilagukan
berkali-kali, sampai kelihatan rombongan bajak laut tersebut merasa jenuh dan
tidak memperhatikan dia lagi.
Kira-kira sementara melewati tanjung Bulude, ia mulai
melagukan Dadung (Sasambo) tersebut ; “Tabang tinumpa, Tabang tinumpa, Tabang
tinumpa”. Setelah selesai melagukan pertama kali, ia berhenti sejenak. Perahu
bajak laut tersebut terus meluncur ke selatan melewati teluk Barangkalang,
tanjung Lelapide. Sementara itu si Tabang sudah 2 atau 3 kali melagukan Dadaung
(Sasambo) yang syairnya tetap itu juga. Kemudian mereka melewati teluk Nagha
II, tanjung Kapehetang dan masuk ke teluk Tamako. Si Tabang tetap melagukan
Dadung (Sasambo) dengan nada naik turun dan suaranya yang merdu. Kelihatan
rombongan bajak laut sudah kurang memperhatikan si Tabang, sebab menurut
perkiraan mereka bahwa itu sudah menjadi kebiasaan si Tabang.
Dari teluk Tamako mereka melalui tanjung Hesang, tanjung
Sahang dan terus memasuki teluk Kalinda. Sementara itu si Tabang dengan teliti
melihat tempat tanjung mana ia dapat dengan segera terjun, lalu menyelam ke
darat dan langsung melarian diri. Sekarang mereka makin mendekati tanjung
Tinumpaeng tersebut, lepas dari teluk Kalinda yang agak lebar tersebut melewati
tanjung Bolang lalu mendekati tanjung Tinumpaeng tersebut. Melalui tanjung itu,
perahu mereka sangat dekat dengan pinggir tanjung, sebab air lautnya dalam,
apalagi waktu itu cuacanya baik dan lautnya teduh. Sementara hendak melalui
tanjung itu, si Tabang kembali melagukan Dadung atau Sasambonya dan tepat
dipertengahan tanjung itu, si Tabang secepat petir terjun ke laut, lalu dengan
cepat menyelam ke pinggir tanjung dan terus naik ke tanjung. Kemudian ia
memegang pohon pandan yang ada di atas/pinggir hutan dan terus masuk ke dalam
hutan.
Rombongan bajak laut itu sampai terkejut, tetapi mereka
tidak dapat berbuat apa-apa, sambil melihat si Tabang dengan cepat naik ke
tanjung dan masuk kedalam hutan. Kemudian perahu bajak laut itu terus menuju ke
Selatan, dan meneruskan maksud dan tujuan mereka.
Si Tabang segera melewati perkampungan seperti Kalinda,
Menggawa, dan seterusnya untuk kembali ke tempat tinggalnya. Ditengah jalan ia selalu
ditanyai orang-orang yang di temuinya, dari mana ia berjalan tergesa-gesa itu.
Ia menceritakan peristiwa penculikan bajak laut atas dirinya, namun ia dapat
terjun dan menyelam dan naik di tanjung yang punggirnya curam itu.
Sejak peristiwa itu
sampai sekarang ini penduduk sekitarnya, menamai dan menyebut tanjung itu
“Tanjung Tinumpaeng” yang artinya “tempat terjun”.
(2007. sumber : Renesius
Timbul)
0 comments:
Post a Comment